Posts

Showing posts from September, 2013

Tertanda, Orang Gila.

Hari ini, tepatnya pagi ini, aku kembali merasa bersalah. Rasanya akhir-akhir ini aku hampir tidak pernah benar. Aku seperti orang yang telah hilang kewarasannya, mencari-cari sesuatu yang sebenarnya tak perlu dicari. Kamu ada disini. Aku tau itu. Tapi aku merasa kita tidak punya perasaan yang menyatu lagi. Aku ingin ini, kamu ngelakuin itu. Aku ingin itu, kamu ngelakuin ini. Apa yang salah? Kamu tau tentang Anak Berkebutuhan Khusus? Aku rasa aku hampir seperti mereka. Bukan, aku bukan autisma, tapi mungkin akan menjadi seperti itu lambat laun. Aku seperti ABK yang mempunyai kelainan sistem rasa. Rasaku semakin lama semakin menguat tanpa bisa ku tunjukkan. Aku seperti mereka yang hanya bisa merasa namun tak dapat mengungkapkan. Aku tak punya lawan cerita. Lawan ceritaku sibuk. Lawan ceritaku hilang bersama kebahagiaannya di ujung sana. Aku bangga punya kamu. Aku senang berkomunikasi denganmu walaupun hanya sekedar lewat pesan singkat. Dulu. Aku marah. Aku marah terhadap keadaan

Cepat Pulang, Sayang.

Ruangan ini sepi. Tidak. Ruangan ini ramai. Aku yang sepi. Bukan karna tak ada orang di sekelilingku. Ku edarkan pandanganku ke sekeliling ruangan. Sepi. Hei. Tak bisakah kamu mengalihkan pandanganmu sejenak ke arahku? Aku rindu tatapanmu. Aku rindu caramu memandangku dengan tulus. Aku hanya bisa diam mematung, tak benar-benar mematung karna aku tau masih ada yang bergerak dalam diriku. Darah yang mengalir di nadi ini tak pernah berhenti mengalir. Detak jantung ini tak pernah berhenti berdetak. Hari ini aku terbangun lagi. Kembali menunggumu dalam diam. Mungkin aku bodoh, harusnya aku jujur padamu kalau kamu adalah orang yang selalu aku tunggu. Aku menunggumu, Sayang. Kapan kamu kembali? Kapan kamu punya waktu luang untukku? Tahukah kamu aku takut disini? Aku takut aku mengganggumu. Aku sadar aku tak seberani dulu yang bisa merajuk kapan saja ketika aku merasa kamu tak ada. Aku takut semua kata yang ku sampaikan nasibnya tak lebih dari sekedar kata dari orang-orang yang tak pen

AKU (tetap) (tidak) SEMPURNA

Aku berjalan menyusuri malam yang sedang menangis. Tanpa kasut. Tanpa payung. Ku pijakkan kakiku dengan mantap di atas pinggiran trotoar jalan. Mengikuti alurnya dengan kepala tertunduk. Sesekali ku angkat pelan kepalaku, menoleh sedikit ke arah suara mereka yang dengan seenaknya melaju dengan kencang di sampingku sambil menyipratkan air berwarna coklat yang tergenang di sepanjang jalan. Ingin sekali ku balas mereka dengan teriakan keras tapi aku tak mampu. Aku bisu. Sambil mengomel kecil di dalam hati, ku miringkan sedikit kepalaku hendak mendengar suara yang agak asing bagiku. Aku menebak-nebak suara apa yang saat ini mendekatiku dan mungkin juga akan menyipratku dengan tak berperasaan. Aku melangkah turun dari trotoar jalan dengan feeling yang cukup kuat. Aku memang lumayan mahir melakukan hal ini. Semacam kebiasaan. Ku sendengkan lagi telingaku namun aku tak mendengar apa-apa. Deru 'benda bergerak-tak tertebak' itu mendadak lenyap. Hingga tiba-tiba aku merasakan pu

Hanya sedikit waktu lagi, hingga aku benar-benar tak ada :')

Selamat petang, hatiku. Bagaimana kabarmu? Aku dengar dari seseorang, kamu akhir-akhir ini sering berkecamuk. Jangan nakal ih, aku tak suka. Hei, aku ingin bercerita sesuatu. Sesuatu tentang perasaanku yang tak henti-hentinya bergejolak. Aku disini bagaikan serigala yang melonglong tajam di bawah sinar rembulan. Melawan dinginnya malam yang menusuk tulang. Bagaikan rusa yang sedang diintai pemburu dengan anak panah ditangannya. Aku siap terpanah kapanpun. Aku siap terluka kapanpun. Aku siap mati tertusuk kapanpun. Tapi aku tak siap sendirian. Aku tak siap sendirian menahan perihnya luka akibat panah. Aku tak siap sendirian menahan luka goresan benda tajam. Aku tak siap sendirian menahan luka tusuk yang bisa mengambil nyawaku kapan saja. Hei. Aku menahannya sendirian. Aku mengobati luka yang satu sambil mrnahan perihnya goresan benda tajam yang melukaiku. Hei. Aku takut cerita. Aku takut akan kata-kata. Aku takut setiap gerakanku hanya menyisakan muak yang tak kunjung pudar. He