Posts

Showing posts from January, 2014

Memori Itu Di Cipta.

"Aku baru tau, Sayang, hadirku ternyata bukanlah memori bagimu.", gumam Entah. "Lantas apa yang kausebut memori?", sambungnya menahan tangis. Entah, seorang yang lahir dari dunia antah berantah, menangisi diri. Memori tak semudah menggores luka hatimu, ternyata, sama sulitnya dengan membangun kembali kita; yang berulang kali kaucoba runtuhkan. "Memori itu di cipta, Entah. Ia mampu tercipta sendiri, namun tak mampu berkurang bahkan hilang; hanya mampu bertambah. " Aku sayang kamu. Entah berbisik lembut seraya mengulum bibirnya, lembut.

Wanita Perusak Pintalan.

Mentari seakan enggan berlalu, tiada sedia memberi celah sedikit pun akan awan. Aku tak akan membiarkanmu tenggelam bersama derasnya debit air mata sang langit, bisiknya. Ku biarkan angin kencang menerbangkan rambut panjangku. Aku tak benar peduli kini. Kepalaku yang meronta sedari tadi, seolah ingin memuntahkan sesuatu ke luar, sangat menyiksa. Kata mereka, sang surya adalah baik, kata mereka; tidak. Aku benci dia; yang tak bisa menyatukan kita. Untuk apa sang surya bersinar jika kita tetap tak mampu memeluk waktu bersama? Salahku kah ini, Sayang? Salahku kah bila aku enggan beranjak pergi meninggalkanmu dan kenangan yang sudah terlalu banyak kau cipta antara kita? Sudah lelahkah kau, Sayang, bertahun-tahun berperan sebagai pemintal kenangan? Tertanda, Wanita Perusak Pintalanmu.

Rangkaian Aksara Untukmu.

Sayang, Aksara ini ku rangkaikan padamu, sebagai permintaan maafku. Bagaimana keadaanmu? Ah, tak sepantasnya aku menanyakan hal ini karena aku tau keadaanmu pasti sangat buruk; sama. Di bawah temaram bulan malam, aku membenamkan wajah ke pangkuanku, sendiri, tersedu. Sudah adakah seorang sempurna yang inginnya selalu sama denganmu itu, Sayang? Ku harap belum dan tak akan pernah ada. Agar aku tak tergantikan; egois. Sayang, Inginku, percayalah, aku tak sedang merangkai kata dusta, aku juga tak sedang memainkan peran palsu seperti dilakukan kebanyakan orang. Aku memainkan peranku sendiri, sebagai seorang terkasihmu, sebagai seorang yang menyayangimu; lisan dan tulisan. Kaukah itu? Yang hatinya selalu saja sakit karenaku? Yang air matanya selalu terbuang sia-sia karenaku? Tinggal sedikit lagi waktuku berada di daratan dimana kauberada, dan aku masih saja bodoh. Aku masih saja bodoh untuk memahami hatimu. Aku masih saja bodoh untuk mengerti maumu yang katamu tak pernah sama denganku

Salahkah, Sayang?

Lantunan irama lembut menyentuh hingga ke dalam naluriku. Gesekan lembut antara jari-jari lentikmu dengan tuts hitam putih tak bernyawa itu selalu saja mampu menghipnotisku. Mereka menari, berjuang menghasilkan nada-nada indah; kali ini garpu tala tak terlalu dibutuhkan, rupanya ia mulai tergantikan. Sayang, bolehkah aku bertanya sesuatu? Baru kali ini rasanya aku harus benar-benar menanyakan pertanyaan yang muncul di benakku, aku, hanya tak mampu berucap langsung, mengertilah~ Sayang, perihal pertanyaanku kelak, harap kautak marah, ya? Penuh otakku, tak kuasa menerka jawabnya. Lidahku kelu. Syarafku bak tali yang hampir putus. Dadaku berdetak tak beraturan seperti genderam yang hendak perang. Sayang, salahkah ciumku tadi malam? Selamat tidur, Sayang.

Ada Aku, Di Kopi Pahitmu.

Selamat siang, penikmat kataku, bagaimana harimu sejauh ini? Tidakkah mereka lebih lezat dari racikan kataku yang tak ada apa-apanya ini? Aku mengerti. Bagai deru air mancur yang tak jarang ku abaikan, begitu pula aku, yang terbenam dalam kubur sibukmu. Kau sesap kopimu pagi ini, masih pahit. Kautambahkan lagi beberapa sendok gula berharap kopimu akan manis; sirna, harapanmu terlalu tinggi. Kopi itu, kini ku umpamakan sebagai kesibukan; yang mau tak mau harus kausesap walau rasanya sangat pahit, yang mau tak mau harus kaudahulukan walau tenggorokanmu dilanda kemarau. Sayang, tak bisakah kaulupakan kopi itu sejenak? Aku, yang ku umpamakan gula, tak mampu melawan kopi yang begitu pahit. Aku, yang ku umpamakan gula, dipaksa menyatu dengan kopi dan akhirnya larut menjadi satu. Aku, yang ku umpamakan gula, menangis tersedu menahan sakit - dipaksa meleburkan diri dalam kepahitan. Guna tak ada lagi, karena ketika pun kauingin meninggalkan kopi itu, kaujuga berarti meninggalkanku yang sud

Rangkaian Rahasiaku, Semoga Ia Tepat Waktu.

Detak jarum jam melambat. Ia butuh sedikit waktu untuk berhenti berdetak. Sama sepertimu, di kala kaumerasakan lelah yang luar biasa, kaubaringkan badanmu menghadap langit-langit kamar, berharap dapat berkompromi dengan mata agar ia menutup. Selamat malam, kamu. Aku kenal betul lelahmu, aku paham betul bagaimana kauharus memenangkan hari ini tanpa harus kalah ditaklukkan oleh sakit. Dari sini, telah ku kirimkan rangkaian rahasia yang ku rajut dalam anyaman kasat mata terucap bernamakan kumpulan kata, yang menjuntai indah di balik tidur lelapmu. Selamat malam, semoga rangkaian rahasiaku sampai padamu tepat waktu, sebelum maupun di kala kautertidur.

Aku, Di Antara Nafas Yang Memburu

Kakiku berlari mendahului langkah dan bayangku yang masih tertinggal jauh di belakang. Rupanya ia masih begitu bersemangat ku ajak berlari. Tanganku bergerak seirama langkahku yang perlahan melambat. Nafasku memburu. Berebut masuk ke paru-paru. Aku tau apa yang ku cari. Mataku melacak dengan cepat mengungguli kecepatan butir hujan yang sedari tadi membasahi rambutku, menemani kakiku berlari. Aku terduduk, maksudku tak benar-benar duduk, hanya mensugestikan diriku duduk agar nafasku tak terlalu susah di atur, agar ia tak lebih cepat dari detak jantungku sehingga mampu meninggalkan tubuhku. Aku masih memerlukannya. Aku mengumpat ngga jelas kala kakiku yang sudah lebih dulu meninggalkan langkahku terantuk potongan besi di gudang. Entah dengan apa aku merasa. Akhirnya mataku menangkap sesuatu bak kopasus menjaring teroris dalam jaring jebakan yang mereka rajut. Aku merindukanmu. Selalu. Air mataku ikut ambil bagian, ia tak puas jika hanya air hujan yang membasahiku sore itu. Aku; y

Garpu Talamu, Gelas Kacaku.

Sepiku gusar di sapu suara yang riuh redam memenuhi otakku. Ia enggan di ganggu, entah sudah yang ke-berapa-kali hal ini terjadi. Terlalu baik untuk tak di goda, terlalu jahat untuk di usik dengan usikan tak berpendidikan. Kini ia pecah, suaranya tak lagi merdu seperti dulu, kala garpu tala di dentingkan pada sebuah gelas kaca nan indah hanya untuk mencari sebuah nada baru. Bila sudah seperti ini, apa kaupikir kita masih bisa mendapatkan nada sempurna yang mampu menggerakkan kakunya kaki dan bekunya hati? Tidak. Jangan harap. Ia lelah, katanya. Lantas ia meremukkan dirinya sendiri agar ia tak perlu lagi merelakan diri menjadi korban garpu tala; dalam genggamanmu.

Bagaimana Menurutmu, Sayang?

Aku terkadang memang seperti anak kecil yang mempunyai banyak pertanyaan di otakku. Banyak. Namun sedikit yang terungkap. Sehingga aku seringkali lebih banyak diam. Tapi kali ini, aku rasa aku harus menanyakan hal ini; tentang apa itu sibuk. Ibuku pernah bilang, katanya sibuk itu ketika kamu sedang mengerjakan sesuatu sehingga kamu tak bisa di ganggu. Aku kira ibu keliru, atau mungkin, kurang tepat menyampaikan definisinya. Bagaimana denganmu, Sayang? Aku tak sepenuhnya menyalahkan definisi sibuk yang ku dapat dari ibu, aku hanya akan memperbaikinya sedikit saja. Buatku, selama aku memperhatikan dan merasakan seperti apa dikatain sibuk dan seperti apa merasakan aura sibuk darimu, aku mengerti definisi sibuk yang sesungguhnya. Sibuk itu adalah ketika kamu sedang mengerjakan atau mempunyai sesuatu untuk diselesaikan, yang sebenarnya tidak sepenuhnya menyita perhatianmu karena kamu tetep bisa nyambi mengerjakan hal lain, tapi secara tidak langsung, sesuatu yang di-sambi tadi lebih ba

Tertanda, Aku; Yang Selalu Menyayangimu.

Selamat pagi menjelang siang, hai kamu, yang aku cintai dengan sebuket penuh rangkaian kata indah. Bagaimana hatimu sejauh ini? Perihal semalam, soal ucapanmu mengenai aku yang hanya mampu berani lewat tulisan namun terlalu takut untuk meminta secara lisan, aku minta maaf. Aku memang bukan seorang yang mampu banyak berucap. Aku lebih menikmati rangkaian kata indah yang di jalin begitu rupa, tentunya dengan kejujuran dan ketulusan. Semoga kaumengerti, kita memang tak akan pernah sempurna dalam hal ini, tapi memilikimu sebagai orang tersayang yang lebih suka berujar secara langsung, rasanya aku sudah cukup sempurna; karena aku memilikimu. Tertanda, aku yang tak pernah sekalipun berhenti menyayangimu, baik lisan maupun tulisan <3

Lupa.

Ngomong-ngomong soal lupa, aku mungkin bukan ahlinya. Aku tak pernah tau apa itu lupa, awalnya. Aku tak mau tau apa itu lupa dan bagaimana caranya lupa, khususnya tentang kamu. Coba koreksi definisi lupa yang akan ku utarakan ini. Lupa itu, ketika kamu tak sanggup lagi untuk peduli dan memerhatikanku disaat kamu sibuk, benar? Maafin aku kalau aku salah, tapi itulah yang aku mengerti soal lupa. Oh ya, satu hal lagi, yang aku tau, lupa itu ada yang di sengaja dan yang ngga di sengaja. Tapi... Entah kenapa yang ngga di sengaja terasa lebih menyakitkan karna tanpa di rencanakan hal itu terjadi, di luar kendalimu. Aku bukan tak bisa lupa tentangmu, bukan. Aku hanya tak ingin lupa. Membantah lupa. Menolak lupa. Melawan lupa. Agar aku selalu mengingatmu. Mengingat semua kenangan bersamamu, kamu yang terkasih. Bagaimana denganmu? Maukah kamu menjadi temanku melawan lupa?

Aku Ingin Bertemu, Boleh?

Doa dan keinginanmu seakan terwujud dengan baiknya. Kau nggak butuh usaha banyak hanya untuk nggak ketemu aku. Aku sedih. Iya. Aku sedih harus menghadapi kenyataan yang sebenarnya kalau bisa milih, aku nggak bakal milih pilihan yang ini. Aku sakit. Sendirian. Kamu? Entahlah. Aku harap kamu nggak pernah bisa ngacuhin aku. Tapi nyatanya.. Aku pengen ketemu kamu, masih boleh? Hhh. Hanya kamu yang tau jawabannya. Aku.. Aku hanya merasa nggak bakal bisa siap buat nggak ketemu kamu lagi. Ini lebih menyakitkan, hei, lebih menyakitkan nggak bisa nemuin kamu sedangkan aku pun berada satu daratan denganmu. Aku kangen kamu. Percayalah. Aku ingin bertemu kamu. Semoga kamu masih punya celah sedikit saja untuk ngebuka hati buat ketemu aku. Semoga. Selamat beraktivitas, kamu, aku... Sayang kamu.

Blo(g)ck

Aku kembali lagi dalam duniaku, tenggelam dalam riuhnya angin malam, terhanyut di antara jam dinding yang berdetak. Ya. Inilah aku. Seseorang yang selalu menunggumu dalam segala ketidakpastian yang ku punya, bahkan dalam diriku sendiri. Aku bukan penulis yang mampu bermain kata begitu rupa. Aku bukan penyair yang mampu membuatmu hanyut dalam syairku. Aku bukan pula seorang penyanyi yang mampu me-nina-bobo-kan rasa yang kau punya agar selalu tertidur di sampingku. Aku hanyalah seorang gadis yang suka nge-blog dan selalu di block. Aku suka duniaku. Aku menikmatinya, yes i did. Tapi mungkin tidak untukmu. Aku hanyalah seorang cupu yang tak mampu mengungkapkan perasaan lebih dari sekadar tulisan. Kau suka duniamu. Kau menikmatinya, yes you did. Tapi mungkin tidak untukku, dulu. Kini, aku mencoba menikmati kesenanganmu yang selalu nge-block aku. Bukan. Bukan karna aku senang di jauhi olehmu, tapi karnaaaa... Ah, ada baiknya kau menanyakannya langsung padaku. Hei, angin malam membisikk