Posts

Showing posts from August, 2014

Rumahku Pergi

Sedikit waktu lagi dan rumahku akan pergi ke tempat lain dimana ia harus menggapai mimpinya. Sedikit waktu lagi dan aku akan kebingungan mencari tempat berteduh dari rintik kecil hujan serta teriknya mentari. Ingin rasanya ku perlihatkan air mata sang langit saat ini. Mengiringi detak jantungku yang mulai berdetak tak waras. Ini lebih dari sekedar kejutan. Lebih dari sekedar bepergian. Ini tentang angan yang terlalu kita harapkan dan aminkan dalam benak masing-masing kita. Semoga perjalananmu menyenangkan.

Semua Tentangmu; Aku Suka.

Image
Kesenanganku, Sayang, duduk diam memperhatikanmu tanpa kautau. Cukup dengan sekerlingan mata, walau mata tak sepenuhnya dapat melihat hingga terjauhnya rasa. Tanpa ada yang tau apa yang tertata dalam hati, berkecamuk dalam kepala, serta terlarut dalam darah. Tanpa ada yang mengerti apa dan bagaimana rasa itu tercipta serta terhadap siapa ia dicipta. Bak nada dasar yang tak akan pernah dilupa; selalu jadi patokan melantunkan lagu. Begitu pula kamu dan segala hal yang ada padamu. Selalu saja jadi patokanku bahagia. Karena bahagia tak semudah sekedar berkata "berbahagialah" lantas semua umat berbahagia. Melihat belakang saja memang bukan perkara mudah, tapi yang diam-diam ku akui dalam hati, aku suka. Melihat langkah kaki yang bergerak cepat namun tetap seirama. Ah, maafkan aku. Aku suka semuanya tentangmu. Walau suatu saat nanti aku hanya bisa memandang dari jauh, mengerling dari sudut mata, serta berjalan lambat di belakangmu agar kehadiranku tak mengusikmu.

Si Pencipta Duka.

Begitu duka, mencipta rasa tanpa memandang tempat. Begitu pun aku, merusak rasa tanpa memperhatikan subjek perasa. Bukan lihaiku mencipta kata, begitu pun maaf. Merasa seolah yang paling benar sendiri, cukup membuatku keliru akan hal-hal yang terjadi di sekelilingku. Ku akui, bahagia ku tak dapat ku pungkiri hari itu, namun seperti dikatakan sesepuh zaman dulu "jangan banyak tawa di awal, pada akhirnya bersisa air mata." Kini diam sudah jadi kawan. Tiada tawa terdengar, bahkan emoji pun tidak. Langkah kaki pun enggan bersuara, menghormati hati yang sedang berduka. Tapi aku lagi-lagi tak mampu mengerti. Kota impian kita dulu semakin memanggil-manggil ragaku. Entah apa yang salah akan kebersamaan yang tercipta ini. Tinggal hitungan hari, dan kamu tak akan lagi kecewa melihat tingkahku. Tinggal hitungan hari, dan kamu tak akan lagi benci dengan ketidakinisiatifanku. Kecewa pada diri sendiri bukanlah hal yang langka bagiku. Yang aku selalu tak mengerti hanya: mengapa aku s