Posts

Showing posts from March, 2015

Untuk Kamu - Kepada Kepergian, Perihal Mengikhlaskan, Tentang Melupakan - Dari Aku

Kepada kepergian , Aku tak pernah menyalahkan kehadiranmu. Aku tau, cepat atau lambat , " pergi " pasti akan hadir . Tapi , tak tahukah kamu bagaimana sakitnya menyaksikan kehadiranmu di hadapanku ? Perihal mengikhlaskan , Ku akui , aku bukanlah seseorang yang gampang mengikhlaskan , terutama mengikhlaskan kepunyaanku untuk di bawa pergi oleh kepergian . Tapi kepergian menuntutku untuk ikhlas , yang tak pernah ku tahu bagaimana caranya . Tentang melupakan , Pertama , aku tak pernah menyetujui datangnya kepergian . Kedua , aku bukan orang yang mampu mengikhlaskan segala sesuatu . Lalu , kamu memintaku untuk melupakan ? Hah! Perkara ini terlalu tinggi bagiku . Untuk kamu , yang telah menghilang karena hadirnya kepergian , yang katamu sudah mengikhlaskan dan melupakan , Sosokmu memang sedikit banyak mengajarkanku berbagai hal. Kamu membantuku berdiri di tengah rapuhnya kakiku . Kamu menopang tangank

Cardiac Disorganization

Senyum merekah ketika ku buka pintu kamar dan menemukanmu disana . Melepas rindu , ku yakin adalah cara terbaik saat ini. Mana mungkin ku sia-siakan . Ini dia pelukan yang kunantikan sejak lama , walau tak pernah ku sampaikan secara gamblang . Rasakan saja degup jantungku , seirama , hanya temponya yang sedikit bermasalah . Kamu memang pandai membuatku hampir mati karena lupa caranya bernapas . Aku mendekat , mencari-cari aroma tubuhmu yang a ku yakin sangat ku kenal . Bentangan tangan gaya memelukku tak bersambut . Kamu terkungkung dalam pigura . Untuk kesekian kalinya , aku lupa caranya bernapas .

Aphasia

Masih sendiri melayat hati yang terbaring mengenaskan , dalam ruang yang seharusnya memang menjadi tempatnya bersemayam . Duka menggerogoti seluruh tubuh , tak mampu berucap , bahkan sepatah kata pun. D uka akan tetap duka . Tak akan menjadi suka hingga penyebab duka datang memeluk . Tapi hal itu pun tak benad-benar penting . Berkorban , bagiku bukan sekedar diam memendam , tapi berusaha sekuat tenaga untuk terlihat tegar .

Musi-k-awan, Luk-a-sam

Alunan musik kini satu-satunya kawan. Mampu melantun nada tanpa kenal lelah. Sedia menjadi kekasih di sela-sela sepi yang mengintai. Kemana perginya yang lain? Menurutnya adalah bahagia berkawan musik , atau nada. Pada dasarnya orang yang dibutuhkan untuk mewarnai hari , tak akan benar-benar ada , sama seperti orang yang diharapkan membalut luka , tapi yang dipunya hanyalah tangan berlumur asam . Lantas , dipikirnya ia akan selamat . Hidup ini luar biasa . Dia pikir , musik hanyalah untuk berbahagia. Jelas tidak. Dia pikir lagi , tangan berlumur asam yang menetes di atas luka adalah sengsara . Tidak juga. Semua tergantung kebutuhan. Jika masih ingin tetap hidup, musik adalah kawanmu . Jika yang dianggap bahagia adalah mati , maka biarkan lukamu dibalut dengan tangan berlumur asam . Hanya: hidup, atau mati .

Sendiri

Kautak pernah ingin sendiri . Semua orang pun begitu. Keadaan yang memaksamu untuk menerima kemudian bersahabat dengannya . Sendiri , bahkan seorang lanjut usia sekalipun tak akan pernah mau sendirian . Mungkin , lagi-lagi mungkin . Mungkin kauhanya butuh belajar akan kesalahan yang kerap kali kaulakukan . Membiarkanmu sendiri pastilah bukan pilihan yang mudah , setidaknya untuk saat ini . Tapi kauharus , agar kaulebih menghargai kebersamaan . Tak ingin sendiri selalu kaukumandangkan , namun untuk dia yang kini sedang pergi , kautak pernah membuktikan apa-apa . Kaubenci sendiri , tapi kautak pernah menghampiri terlebih dahulu . Mungkin omonganmu adalah sebenar-benarnya omong kosong . Mungkin kesendirian yang kaumaksud tak pernah sama dengan definisi yang dipahami oleh orang banyak . Sudahlah , tak perlu menangis seperti itu . Kautahu tak akan ada yang bisa kauharapkan menghapusnya untukmu sekarang . Bersah

Mengalah

Mungkin kauterlihat marah , namun tak sepenuhnya begitu . Kauhanya berusaha menenangkan hati serta menatanya agar tak ada rasa yang berubah . Kaudiam , bukan karena benci , kauhanya sedang melihat apakah ada yang berubah setelah diammu tak sengaja berbisik di telinga dia yang kauinginkan sadar . Seringkali marah adalah pilihan paling tepat , tapi kaulebih memilih mengalah . Bukan karena kausalah dan kalah , terlebih karena kautak ingin dikuasai panasnya hati . Kauwajar saja marah , membiarkan semuanya meluap dari kepala yang kemudian kauucapkan lewat bibirmu, tapi kaumemilih untuk mengalah , walau tak dapat dipungkiri , kalimat bernada kasar tak jarang terucap tanpa mampu dikendalikan . Lagi-lagi kaumengalah; Karena kautak ingin dianggap terlalu egois oleh dia yang kauharapkan ada di sisimu . Karena kautak ingin amarah menguasai dirimu lantas memusnahkan cinta yang telah bersemayam dalam hati sela

Hey, Pahlawan!

Kalau hidup adalah perjuangan, maka usaha adalah napasnya. Hey! Aku sapa kamu dengan kata ini. Bukan, ini bukan kosakata baru yang aku temukan. Hanya saja, beberapa hari lalu ketika sedang mengusir-usir sepi, aku menemukan sesuatu tentang kata "hey". [Hey; kata yang kausebut bukan sekedar kata, namun disertai dengan makna "aku kangen kamu" yang tersembunyi] Hey, aku kangen kamu. All I can say just that. Aduh, aku tau, pasti kamu merasa aku cupu sekali, kan? Tapi memang begitulah adanya. Gadget tak lagi menjadi sahabat karibku beberapa hari ini, tak ada kamu disana, hanya setumpukan chat yang akan selalu tersimpan rapi dalam sosial media yang kerap kali kita gunakan untuk berkomunikasi. Aku kehilangan kata. Pikiranku melayang entah kemana. Maafkan aku, tapi aku janji aku akan berusaha sebaik mungkin untuk kembali menulis; seperti yang kamu katakan "aku mendukung kamu jadi penulis, tapi kalau ngga pernah latihan, gimana tulisannya mau bagus?" Baik-bai