Posts

Showing posts from May, 2016

"Rumahmu"

Terkadang kau merasa iba pada dirimu, bukan karena rumahmu diserbu oleh orang-orang yang tanpa sopan-santun menerobos masuk begitu saja, bukan pula karena orang-orang di dalam rumahmu yang tiba-tiba berubah menjadi orang yang menakutkan. Terkadang kau ingin menutup mata sejenak, melupa apa yang harus kau kerjakan setiap harinya, mencoba hidup tanpa helaan napas, agar tak terdengar desahan berat keluar dari hidungmu. Kau tahu, tak ada yang mampu menjaga rumahmu kecuali dirimu sendiri. Hingga tiba-tiba suatu hari mereka satu per satu memasuki teras rumahmu. Membuka pagar rumah sedikit demi sedikit, sampai akhirnya kalimat pujian terdengar manis keluar dari mulut mereka. Namun kau tahu, kau tak perlu menikmati pujian palsu yang mereka hidangkan. Mereka sudah berada di depan pintu rumahmu, berusaha masuk tanpa mengetok. Mereka pikir, sikapmu yang mempersilahkan mereka memasuki teras rumah adalah tanda nyata bahwa kau telah luluh. Namun kau tahu, mereka tak pernah benar-

Pertanyaan Tanpa Jawaban

Selama ini kau berjuang, melawan sepi yang betah menemanimu. Tanpa sadar bahwa banyak hal mampu kau lakukan agar tak merasakan sepi. Kau berjuang melawan sesuatu yang bahkan wujudnya pun tak pernah kau lihat. Lantas, perjuangan macam apa yang kau lakukan untuk menebasnya? Selama ini kau bertahan, memaklumi suasana hati yang tak pernah stabil. Dengan air mata sebagai bayarannya, karena tak ada lagi yang kau miliki tersisa padamu selain air mata. Lantas, pertahanan seperti apa yang hanya membuat luka tanpa menghasilkan apa-apa? Selama ini kau percaya, pada hati yang dititipkan padamu. Merawatnya tanpa lelah, mencintai dengan ikhlas, tanpa pernah kau dapatkan kepastian yang utuh. Lantas, kepercayaan terhadap apa yang kau jaga selama ini, sedang hati yang dititipkan padamu adalah bukan untukmu?

Kau Yang Diam Diantara Jeda

Kulihat kau berdiam diantara jeda. Duduk, tak bergeming, dengan tatapan tanpa makna. Ternyata kau belum berubah, masih merapal doa yang sama untuk sesuatu yang tak akan pernah kau miliki, tak peduli seberapa kuat genggamanmu. Mungkin karena doa tak butuh imbalan apa-apa, karena mengadu pada-Nya adalah hal yang tak akan pernah menuntut bayaran. Berhentilah wahai perempuanku. Biarkan jeda mengajarimu perihal mengikhlaskan. Bukan karena kau tak pantas memiliki, tetapi karena ikhlas lebih dari segala yang kau punya. Kulihat kau berbicara dalam tawa. Tentang hatimu yang tak lagi sama, tentang nyaman yang perlahan-lahan memelukmu. Yang diam-diam kau sukai. Walau tak pernah ada aku dari mulutmu. Berhentilah, wahai perempuanku. Menggantung harap pada yang tak pasti, walau kakimu telah melangkah sangat jauh. Tak ada lagi yang harus kau perjuangkan, terlebih pada sebuah yakin yang beda, karena tak selalu doa mampu menyamakan beda.

End of Everything?

Kita bertemu tidak selalu dengan cara yang sama. Kau menemuiku dengan caramu dan aku menemuimu dengan caraku, yang masing-masing tidak kita ketahui. Bertemu dalam diam, hanya sekedar melihat apakah kita baik-baik saja atau tidak. Kemudian setelah saling bertemu, kita kembali menjalani rutinitas keseharian kita sendiri-sendiri dengan cara yang kita anggap benar. Tak ada yang spesial dari setiap pertemuan itu, terlebih lagi tak ada komunikasi diantaranya. Akan tetapi kita survived. Mungkin terlalu kasar bila diartikan dalam bahasa indonesia, namun itulah kenyataannya. Proklamasi tentang "aku tak bisa hidup tanpamu" kini hanyalah omong kosong. Tak sejalan dengan apa yang kita proklamirkan selama bertahun-tahun. Bertahun-tahun. Ku ulangi lagi kata itu agar kita sama-sama mengingat sudah berapa ratus hari kita lalui bersama. Berdua. Tapi, ya sudahlah. Sepenglihatanku, semuanya sudah berakhir. Kita, tak lagi menjadi kita. Kau jalani harimu dengan baik, setidaknya yang a