Posts

Showing posts from July, 2016

Sepenggal Perjuangan

Melawan rasa kantuk yang menyelimuti tubuh. Membiarkan badan disiram dinginnya air pagi hari. Memoles wajah malas agar terlihat ceria. Kejar-kejaran dengan waktu. Ah, keretanya terlambat. Berjalan mengitari berhektar-hektar lapangan kerja demi mengawasi bawahan. Berkawan dengan teriknya mentari. Merelakan sinarnya merusak pigmen kulit. Ah, pengeluaran tetap saja banyak. Memaksa tak kenal dengan waktu luang. Tidur tak cukup. Mata berlingkar hitam. Ingin membuat bangga orangtua. Ah, nilainya tetap saja pas-pasan. Bangun lebih pagi. Berperang dengan adonan masakan. Vokalisasi suara membangunkan pasukan. Ah, ternyata masakannya tak digubris. Singsingkan lengan baju. Ikrarkan kemandirian, kemudian beranjak pergi menjauh. Bertanya apa yang sebenarnya ia cari diantara penatnya ibukota. Ah, rupanya dia masih pemula. Sepenggal kisah ini tentang perjuangan-perjuangan hari ini. Yang mungkin saja tidak dirasakan oleh orang lain. Aku? Hanya pengamat perjuangan, yang sedang dilatih agar si

Bersama

Kita diingatkan kembali pada masa-masa kebodohan kita bersama. Saat kita sama-sama memutuskan untuk menjalani hari bersama. Dunia membisikkan janji-janji manis yang akan segera kita dapatkan asalkan kita bersama. Kebodohannya? Kita sama-sama percaya. Hingga akhirnya, kita putuskan untuk mencoba menjalaninya. Seperti tebu, awalnya memang manis, namun berujung ampas yang kemudian dibuang tanpa ampun. Oh, beginikah rasanya kebersamaan yang dijanjikan dunia? Yang hanya mengenal kata "bersama" ketika rasanya manis saja, kemudian disingkirkan perlahan-lahan dengan cara yang pura-pura?

Tanpa Definisi

Lama rasanya aku tak berkelana menjelajahi liarnya ibukota seorang diri, seperti yang sering kulakukan bertahun-tahun lalu. Ngilunya masih sama, seperti pertama kali kurasakan udara malam ibukota yang penuh polusi. Gemericik hujan di teras rumah menjadi kawanku malam ini, musim penghujan tampaknya akan segera tiba dalam waktu dekat. Kali ini aku tidak sedang memunggungi kenyataan seperti yang kerap kali kulakukan, mungkin mencoba tegar sesekali bukanlah hal yang salah, maka aku memberanikan diri, melawan segala kuatirku untuk menyaksikan apa saja yang terjadi dibalik punggungku. Ada yang lebih memilih diam, karena mereka tahu, diam adalah bahagia yang tidak disertai intimidasi. Mereka diam, agar mulut orang-orang juga ikut bungkam. Mereka diam, karena tak selamanya suara menghasilkan persetujuan. Mereka diam, karena cibiran adalah pembunuh kebahagiaan. Malam ini kunikmati rerintikan air hujan yang ramai mengetuk-ngetuk atap, bergelut dengan pertanyaan tentang definisi yang seda

Beda yang Mana?

Aku kembali pada duniaku yang penuh kesendirian, duduk membelakangi kenyataan yang harus ku kunyah lumat agar tak dicecoki dengan mitos-mitos buatan manusia. Kisah ini bukan tentangku, tapi tentang mereka yang tanpa sadar selalu mengusik pikiranku, mereka yang diam-diam mengalihkan perhatianku. Mereka berbeda. Iya. Sebagian hal memang diatur berbeda agar dapat bersama, seperti halnya mereka: pria dan wanita, namun sebagian hal lainnya diharapkan sama - walau tak selalu begitu, seperti yang sedang kulihat di hadapanku kini: mereka. Menurut mereka, berjalan berdampingan tak harus selalu sama, tak bisa diharapkan sama, dan tak mungkin dipaksakan sama, seperti derap langkah kaki mereka yang tak selalu seirama. Kadang terdapat lubang di tengah jalan yang mengharuskan kanan ditapakkan dua kali dalam selisih waktu yang berdekatan. Tak apa, kata mereka. Tatapanku tak lepas dari gerak-gerik mereka hingga kulihat ada yang berbeda. Di perempatan jalan, mereka berpisah, berjalan sendiri

Selamat Ulang Tahun

Jika suatu hari nanti aku terlalu nyaman berada di kota orang, ingatkan aku untuk sesekali pulang ke kota yang menjadi rumahku sejak lahir; jika suatu hari nanti aku semakin sulit membagi waktuku denganmu, paksa aku untuk segera kembali pulang ke hati yang paling rumah untukku; jika suatu hari nanti ada seseorang yang benar-benar mengagumi hatiku, ingatkan aku untuk memperkenalkan seorang wanita pembentuk hati itu, Kamu. Selamat bertambah usia, Mam! Ini tahun pertama ketidakhadiranku di hari spesialmu, menandakan bahwa puteri kecilmu sudah semakin dewasa dan semakin dekat dengan kehidupan yang lebih mandiri. Peluk aku selalu dalam doa-doamu ya, jangan lupa mengucap syukur untuk usia yang baru *hug*

(Bukan) Curhat Colongan

Disebut sering juga tidak, percakapan kita kebanyakan hanya dipenuhi dengan pertanyaan-pertanyaan basa-basi "Sehat?" yang kemudian kujawab dengan anggukan mantap sambil berkata, "Sehat dong!" tanpa bisa kau lihat keadaanku yang sesungguhnya. Terkadang aku hanya menghubungimu ketika aku butuh saja, seperti yang kulakukan malam ini. Pesan singkatku "Sudah tidur belum?" dengan sigap kau jawab dengan terteranya namamu di layar telepon genggamku. Kau sering kali kuabaikan dalam ingatan, ternyata tidak begitu buruk karena tempatmu bukan dalam otak, tetapi dalam hati hehe. Rasanya baru kemaren aku bertemu denganmu, namun kini tak ada lagi kau dihadapanku. Kita kembali dibatasi jarak yang membuatku tak mampu lagi melihatmu sesukaku. Kini aku sudah mulai tahu apa yang kau rasakan setiap harinya, ah memang belum sepadan dengan yang kau rasakan, tapi aku bahagia. Setidaknya, bagian dari perjuanganmu, cepat atau lambat akan kurasakan juga. Semoga ak

Surat Untuk Mba

Selamat malam, Mba. Boleh saya menyampaikan sesuatu lewat tulisan saya kepada Mba? Maaf sebelumnya kalau Mba merasa saya lancang, saya memang tidak mengenal Mba secara personal, tidak tahu bagaimana hati Mba yang sebenarnya, saya hanya sekedar tahu nama Mba dan segelintir cerita tentang Mba, itupun diceritakan secara singkat oleh orang lain hehe. Mba, mungkin Mba ngga pernah tahu, tapi saya cukup sering "ngikutin" Mba dari jauh. Hampir setiap hari mungkin, kemudian ketika saya melihat Mba, saya mulai menerka-nerka bagaimana kira-kira perasaan Mba hari itu. Saya memang sok tahu, Mba~ Mba, kalau boleh dan Mba bersedia, bolehkah saya mengenal Mba lebih dekat? Bukan untuk mengais kisah hidup, Mba, hanya saja saya penasaran dengan sifat Mba yang sesungguhnya. Eh iya, Mba, sepengetahuan saya setelah beberapa bulan ini "ngikutin" Mba, saya akhirnya tahu kalau Mba ini bisa main musik. Ah, Mba, andai saya bisa seperti, Mba hehe. Mba, walaupun kemungkinan Mba membaca

Terima Kasih, Pejuang!

Di antara banyak orang hebat yang ku temui dan kagumi, kau adalah salah satunya. Kau sebut dirimu pejuang karena memang kau adalah pejuang; untuk dirimu, keluargamu, dan orang-orang yang berada di sekitarmu - dimanapun kau berada. Hari ini, aku menemuimu dalam gambar, ternyata ingatan tentangmu belum berubah sedikitpun. Kau terlalu jelas dalam ingatan, yang kemudian aku kesampingkan agar aku tak semakin terluka. Satu hal yang aku yakini, "setiap orang adalah pejuang.", begitu juga denganmu... seperti yang kau lakukan hari ini. Demi mereka yang mencelamu, ku hantarkan permintaan maafku padamu. Seperti katamu waktu itu, tentang hal-hal yang tak akan bisa dipaksakan dan tak berujung, bukankah mungkin ini saatnya untuk sama-sama belajar menerima kehilangan? Warm hug, Your (ever) personal fighter.

Sela

Hatiku ria, mataku berbinar penuh suka, kau ada di hadapanku kini, walau tak secara langsung kulihat. Kemudian kita saling bertukar sapa, basa-basi, hanya untuk mencairkan suasana tegang yang tergambar jelas di bibirmu kala kau menyunggingkan senyum. Jawaban doaku berbulan-bulan terakhir ini terjawab sudah. Tentang segala air mata yang terbuang di tengah perjalanan panjangku, tentang segala tanya yang ku kirimkan pada Tuhan setiap harinya, tentang segala perasaan tidak dicintai oleh siapapun, kini kudapatkan sudah jawabannya. Untuk menjadi yang terbaik saat ini, terima kasih banyak.  Walau mungkin kenyataan paling membahagiakan antara kita hanya sebatas duduk bersebelahan dengan berbagai topik paling basi yang pernah ada, tak apa, aku tetap bahagia. Semoga kita tetap berbahagia walau dalam sela.