Garis Kita Tak Akan Pernah Bertemu, Bukan?
Lantas, apa yang harus aku lakukan saat ini? Selain pasrah dikalahkan oleh detak jam dinding yang akhirnya memecah sunyi antara kita. Tiga puluh. Sudah tiga puluh kali jarum penunjuk detik menyelesaikan tugasnya mengitari jam dinding yang terpampang jelas bahkan dari sudut mataku. Lidahku kelu; disaat yang tidak tepat. Kuulang lagi sederetan kalimat yang telah kususun sejak 2 hari lalu ketika aku akhirnya dengan tekad yang di-bulat-bulat-kan mengajakmu pergi. "Pasti bisa!" Bodoh! Tak ada hal yang lebih bodoh dari apa yang barusan aku lakukan. Alih-alih menyemangati diri, nyaliku malah semakin ciut ketika dia dengan kening berkerut bertanya "Apa? Pasti bisa apa?" "Eng.. ada yang ingin aku bicarakan." Tiba-tiba ada dorongan besar dari dalam diriku untuk mengatakannya. Kupastikan lagi bahwa apa yang barusan kukatakan adalah keputusan yang tepat dengan menghitung kancing kemeja yang kukenakan. "Bilang." "Ngga." "Bilan...