Hei Kamu
Aku
kembali menulis malam ini. Lagi-lagi tentang kamu. Aku tak mengerti, tak
benar-benar mengerti mengapa aku begitu suka menyelipkan ‘kamu’ dalam setiap
ceritaku.
Hari
ini aku kembali sendiri. Harapan yang sempat terlintas dalam benakku ketika aku
bangun dari tidurku di pagi hari sepertinya akan lenyap tak bersisa. Aku tak
paham, apakah ini artinya aku tak diizinkan untuk berharap lebih banyak lagi?
Ini
hati. Kamu tau kan?
Aku
bingung. Aku sendirian. Tiap kali aku mengatakan hal itu, aku hafal betul apa
jawabanmu; aku juga sendirian. Lalu jika kita memang sama-sama sendirian, mengapa
kita tak saling mendekatkan jarak agar kita tak sendirian lagi?
Aku
menatap nanar layar ini. Berharap akan sesuatu yang aku tau kecil
kemungkinannya untuk terjadi. Aku.. aku merasa kau menyembunyikan sesuatu
dariku, entahlah apa. Hei kamu, aku selalu berdoa untukmu, berdoa untuk
kesenanganmu, berdoa untuk apapun yang kamu rindukan. Sampai terkadang aku
lupa, mana doa, mana harapan, dan mana paksaanku.
Hei
kamu, maukah kamu ku ajak sedikit mengingat hari lalu? Ketika kita harus
kembali dipisahkan oleh jarak. Aku berhasil kala itu, aku berhasil tak
meneteskan air mata.. yang ku akui, bukan karena aku sudah menjadi pribadi yang
tegar seperti yang kau harapkan selama ini, namun karena ‘sok’ tegar. Aku tak
tau apa yang ada dalam pikiran kita masing-masing saat itu. Sungguh.
Hei
kamu, sedang apa kamu saat ini? Aku merindukanmu. Terserah kamu mau percaya
atau tidak. Aku tau, aku memang sulit membuktikan hal-hal yang ku ucapkan, aku
hanya bisa merasa, aku tak tau seperti apa bukti itu.
Maafkan
aku, malam ini aku mengusikmu lagi. Aku selalu berusaha kok, berusaha untuk
tidak mengusik siapapun. Berusaha untuk tidak mengganggu siapapun.
Hei
kamu, apakah kita masih bisa bertemu suatu hari nanti? Apakah aku masih bisa
melihatmu lagi? Aku boleh kan berharap? Walaupun aku tau kamu tak ingin.
Comments
Post a Comment