Teruntuk Kamu.
Teruntuk kamu,
Cahaya liar yang setia,
Aku belajar bagaimana harus bersikap darimu. Aku belajar
bagaimana sabar itu sangat berarti dalam menghadapi segala. Aku belajar
bagaimana asa adalah hal penting yang harus selalu ku jaga agar tak putus.
Belajar banyak hal setinggi itu bukan perkara mudah. Banyak
air mata, peluh, dan ketakutan yang seringkali menghantui tiap malamku, bahkan
menyelimuti tidurku. Aku tak pernah seperti ini sebelumnya.
Sejak detik itu kaumenerima apa adanya diriku, dengan segala
ketidakpercayaan diri dan ketidakberanianku, aku merasakan energi kehidupan
yang sungguh mengalir deras dalam setiap pembuluh darahku.
Bukan hal mudah yang telah kita lewati bersama, yang ku tau,
kauselalu ada menopang setiap tulangku yang mulai lemah dimakan keputusasaan.
Kebersamaan yang menyenangkan, tak terasa sebentar lagi akan
berakhir. Tak akan ada lagi tawa yang menggema dalam setiap ruangan yang kita
tempati, tak akan ada lagi tangisan haru menjamah hati, tak akan ada lagi
teriakan aksi di lapangan terbuka atas nama kita.
Tak akan ada lagi rumah tempat kita berpulang melepas penat
walau sebenarnya kita tau, kita bahkan punya tempat tinggal yang jauh lebih
nyaman dibanding sebuah ruangan kecil tak berangin.
Waktu ternyata berjalan lebih cepat dari yang ku sangka, tak
ingin rasanya hari ini berlalu dengan cepat, tak ingin rasanya senyum kita
berubah menjadi tangisan.
Ribuan jarak telah ku tempuh, ratusan cemas telah punah,
bersamamu. Entah harus berapa kali aku melihat ke belakang hanya untuk
mengenang masa-masa kita bersama. Kaumenertawakan pagiku yang sebelumnya sangat
buruk. Hingga akhirnya aku bertemu denganmu, berlindung dalam dekapanmu, dan
kamu... mengubah semua hal buruk yang ada padaku.
Tentang cahaya lilin liar yang pernah ku utarakan sebelum
aku dan kamu berubah menjadi “kita”, sudahkah kaumembacanya? Seperti itulah
kita selama ini; kebersamaan dalam setahun yang penuh arti, tak peduli apapun
yang menghadang, kita selalu melangkah pasti, membuktikan bahwa kita satu dalam
kebermaknaan.
Wahai cahaya lilin yang setia,
Terima kasih untuk kesetiaanmu menemani dan menerangi setiap
jalan yang harus ku tempuh hingga di penghujung tahun ini. Terima kasih telah
mengajariku bagaimana harus berdiri tegak tanpa peduli cemoohan orang di luar
sana. Terima kasih juga telah membukakan mataku bahwa aku terlahir di negara
yang rakyatnya tidak dianggap oleh petinggi negara.
Di hampir-akhir perjalanan ini, biarlah aku diam sejenak
mengenang semua kisah kita bersama, bukan untuk mengurai rasa, bukan untuk
menderai air mata, namun untuk rasa syukur yang teramat dalam; untuk rumah yang
telah kita bangun bersama.
Satu yang ingin kutanyakan sebelum ragaku habis termakan
aksara, “Maukah kauselalu tersenyum kepadaku di kala kita bertemu di lain hari?
Bukan sekedar untuk mengingat bahwa kita pernah bersama, namun sebagai bentuk
pernyataan kalau kebersamaan kita sarat akan makna.”
Selamat berakhir tahun dalam sendu. Selamat merayakan
kebersamaan, kedekatan, keoptimisan, dan kebermaknaan di penghujung tahun ini.
Walau ragaku tak akan hadir, namun hatiku selalu ada disana.
Tertanda,
Gelap.
Comments
Post a Comment