"Rumahmu"
Terkadang kau merasa iba pada
dirimu, bukan karena rumahmu diserbu oleh orang-orang yang tanpa sopan-santun menerobos
masuk begitu saja, bukan pula karena orang-orang di dalam rumahmu yang
tiba-tiba berubah menjadi orang yang menakutkan.
Terkadang kau ingin menutup mata
sejenak, melupa apa yang harus kau kerjakan setiap harinya, mencoba hidup tanpa
helaan napas, agar tak terdengar desahan berat keluar dari hidungmu.
Kau tahu, tak ada yang mampu
menjaga rumahmu kecuali dirimu sendiri. Hingga tiba-tiba suatu hari mereka satu
per satu memasuki teras rumahmu. Membuka pagar rumah sedikit demi sedikit,
sampai akhirnya kalimat pujian terdengar manis keluar dari mulut mereka.
Namun kau tahu, kau tak perlu
menikmati pujian palsu yang mereka hidangkan.
Mereka sudah berada di depan
pintu rumahmu, berusaha masuk tanpa mengetok. Mereka pikir, sikapmu yang
mempersilahkan mereka memasuki teras rumah adalah tanda nyata bahwa kau telah
luluh.
Namun kau tahu, mereka tak pernah
benar-benar tulus.
Mereka semakin lancang terhadap
rumahmu. Membuka pintu tanpa salam. Kau mencoba diam, dan membiarkan segala;
sebab jangan sudah hilang makna, entah sejak kapan.
Saat ini, kau hanya mampu
memandangi rumahmu yang telah porak-poranda.
Comments
Post a Comment