Posts

Showing posts from 2013

Dear Kamu..

Banyak orang yang lebih pantas kamu rindukan. Banyak orang yang lebih pantas kamu sayang. Banyak orang yang lebih pantas kamu nantikan kehadirannya. Dan itu bukan aku. Berkali-kali kau katakan terus terang. Berkali-kali aku tau aku tak selalu dibutuhkan. Berkali-kali juga aku tak sadar kalau aku bukanlah apa-apa. Setiap hari kau katakan kau ingin pergi, setiap itu juga aku selalu menahanmu. Kau tau kenapa? Ah sudahlah. Tak penting kau tau apa alasanku bertahan se-lama ini denganmu. Setiap kali kau katakan hal itu, aku terluka. Sering kali aku menangis sendiri, tapi aku tak pernah jera menghadapimu. Lantas apa alasanmu pergi? Apa kau selalu merasa dimanfaatkan olehku? Apa aku seburuk itu? Lalu apa pula alasanmu mengatakan kau sayang dan rindu aku tapi kau selalu ingin pergi? Aku tak butuh tersenyum karena aku di bohongi. Aku lebih rela menangis karena kejujuran. Aku mengerti. Tapi bahkan sampai detik ini pun, bibirku belum ikhlas mengucapkan kata 'pergilah' terhadapmu. Bah...

(mungkin) Aku Bukan Orang.

Harusnya aku yang pergi. Harusnya aku yang sadar diri. Iya, kan? Bukankah hadirku selalu membuat perdebatan? Mungkin aku hanya belum sadar diri, mungkin aku yang terlalu memaksakan diri untuk masuk dalam sebuah lingkungan yang membutuhkanku, mungkin aku salah masuk lingkaran. Aku ingin sadar, bisakah kau menyadarkanku dengan tamparan yang cukup keras, agar aku terbangun dan melangkah pergi; keluar dari lingkaranmu, keluar dari lingkunganmu, agar aku tak lagi hadir sebagai pembawa perdebatan. Bukahkah aku memang selalu memicu perdebatan? Mungkin aku memang lebih suka berdebat dibandingkan aku harus duduk diam. Tapi, aku tau, tak semua orang menyukai perdebatan. Apa mungkin, lagi-lagi, seperti yang pernah ku katakan; aku bukan orang.

Mengapa Aku Tak Setegar Dia?

Aku mengerling dengan sudut mataku. Ya, hanya dengan sudut mata pun sebenarnya aku sudah dapat melihatnya. Sesekali aku mendengar tawanya yang renyah di telingaku. Aku gusar, entah di sengaja atau tidak, aku tak tau. Yang pasti, ingin sekali aku mendatanginya dan mengatakan "Aku Kesel!". Tapi tidak! Aku segera menarik napas dalam-dalam kemudian membuangnya dengan perlahan. Aku mulai mengangkat majalah yang sedari tadi tergeletak di pangkuanku. Tak sadar, bentuknya sudah bukan seperti majalah lagi, buru-buru aku mengontrol tanganku yang ingin sekali merobek-robek majalah itu. Inilah hidup. Terkadang kau hanya mampu melihat orang yang kau sayangi dari jauh atau bahkan hanya sekerlingan mata, tapi semua itu punya sense tersendiri buatmu. Kau kesel sampai ke ubun-ubun, tapi kau tetap saja mencari kabar tentangnya. Kau cemburu setengah mati, tapi kau tetap saja melihatnya ketika ia bersama orang lain. Kalau kata orang, namanya juga sayang. Aku tak sepenuhnya seperti mereka a...

Ternyata Aku Telah Mati.

Ku rasa hari ini aku senang. Aku merasakan desiran darahku mengalir lebih deras dari biasanya. Ya. Aku tau ini bukan pertanda aku sedang ketakutan, karna aku cukup tau kapan dan apa penyebab ketakutanku. Aku senang, sungguh. Aku merasakan hormon endorfin yang sangat banyak sedang berebut keluar dari masing-masing kelenjarnya. Hari ini, sebenarnya dengan sangat sengaja aku melihatmu. Seperti yang sering dikatakan orang, melihat orang yang kita sayangi dari jauh saja itu sudah cukup menyenangkan. Dan yap, benar. Aku melihat banyak perubahan dari dalam dirimu yang mungkin tanpa kau sadari telah ada dan semakin mencuat dari dalam dirimu. Aku suka itu, kau tau? Aku harap kau pecaya. Aaaaaa, ingin rasanya aku menari-nari layaknya balerina. Menari dengan hanya menumpukan tumitnya namun bisa menyeimbangi berat badannya. Tapi sayang, aku bukan seorang penari. Aku kurang suka menari, ya walau terkadang aku menginginkannya juga. Hei, aku tau puluhan hari itu tak bisa dikatakan 'baru b...

Sediakah kau?

Deru angin kencang membangunkanku dari tidurku semalaman. Aku membuka mataku dengan cepat, melirik ke samping, dan.. tak ada kaudisana. Aku ingat sekali kaubilang kauakan datang dan menemaniku malam ini, ternyata kaubohong. Kaumengatakan hal itu hanya agar aku memaksakan diri untuk memejamkan mata dan tidur. Kautau? Aku berharap. Dalam ruang gelap ketika aku memejamkan mataku, aku sibuk meyakinkan diriku agar aku patuh kata-katamu. Agar aku memang benar-benar mendapatimu telah datang dan menemaniku lagi. Aku mengerti. Tak semudah itu bagimu untuk meninggalkan segala rutinitas barumu hanya untuk mendatangiku dari jauh. Lagi-lagi aku terlalu berharap dan sedih sendiri. Aku ingin berubah saja, berubah menjadi benda mati, kata kerja, atau apalah yang mampu membuatmu memperhatikanku. Kaulebih mampu memperhatikan laporan-laporan yang bahkan tak dapat mengecup keningmu ketika kauakan terlelap. Kau lebih sayang dan tak tega akan kata kerja yang selalu saja bisa membuatmu kesana-kemari tanp...

Aku, senja yang menangis, merindukanmu.

Selamat malam. Aku kembali lagi dari tidurku yang panjang. Ah, tapi hal itu tidaklah penting. Aku sengaja tidur berlama-lama dengan harapan aku akan menemukanmu dalam mimpiku, setidaknya melihatmu dari kejauhan. Ya, aku tau ini adalah mimpi yang lebih dari mimpi. Mungkin tak akan pernah terwujud, tapi aku harap belum terwujud. Aku suka kata belum. Ia masih menyisakan harapan bagi orang yang mendengarnya. Ketika kauberkata kaubelum makan, maka aku bisa menyuruhmu makan dengan segera. Ketika kaukatakan kaubelum istirahat, aku bisa menyuruhmu beristirahat sesegera mungkin. Bahkan ketika kauberbisik kaubelum menemukan penggantiku, maka aku j u g a bisa segera menyuruhmu mencari lebih giat lagi. Aku bukan menyerah, bukan juga akan menyerah. Lihat. Aku menggunakan kata bukan, bukan kata belum. Kaumengerti? Hei, aku tau lelahmu. Ia membisikkan hal itu di telingaku, amat kuat. Lalu apa yang bisa ku lakukan? Aku suka langit senja tadi. Senja yang menangis. Ia tampak indah, walau sedang men...

Tuduhan tak berwujud.

Hari ini aku bermimpi lagi. Bermimpi akan sesuatu yang sebenarnya aku tau tak akan pernah terwujud. Ingatkah kau, hei? Saat kita sama-sama menerka siapa yang bakal jadi orang ter-sibuk nantinya, tentang siapa yang tak akan memperhatikan, dan tentang siapa yang tak akan diperhatikan. Kini aku tau jawabannya. Aku tau rasanya ditinggal sendirian menunggu hal yang tak ku tau kapan akan datang. Sungguh, hei, semua kegiatanmu jauh lebih mampu menyita perhatianmu dibandingkan sakitku. Semua makhluk tak bernyawa itu lebih kauperhatikan dibanding aku. Entahlah, hei, entah sampai kapan aku harus mengalah dengan mereka. Aku takut sendirian, kamu tau kan? Aku takut sepi, aku bukan seperti mereka yang bersahabat karib dengan kesepian. Aku juga tak ingin mengenal kesendirian. Tapi kenyataannya mereka memang lebih kuat dibanding rasa sayangmu. Sepi dan sendiri bagaikan manusia kembar siam yang kemana-mana selalu bersama. Hei, kautau aku sedang apa? Aku sedang duduk di dalam Commuter Line yang ku...

Tertanda, Orang Gila.

Hari ini, tepatnya pagi ini, aku kembali merasa bersalah. Rasanya akhir-akhir ini aku hampir tidak pernah benar. Aku seperti orang yang telah hilang kewarasannya, mencari-cari sesuatu yang sebenarnya tak perlu dicari. Kamu ada disini. Aku tau itu. Tapi aku merasa kita tidak punya perasaan yang menyatu lagi. Aku ingin ini, kamu ngelakuin itu. Aku ingin itu, kamu ngelakuin ini. Apa yang salah? Kamu tau tentang Anak Berkebutuhan Khusus? Aku rasa aku hampir seperti mereka. Bukan, aku bukan autisma, tapi mungkin akan menjadi seperti itu lambat laun. Aku seperti ABK yang mempunyai kelainan sistem rasa. Rasaku semakin lama semakin menguat tanpa bisa ku tunjukkan. Aku seperti mereka yang hanya bisa merasa namun tak dapat mengungkapkan. Aku tak punya lawan cerita. Lawan ceritaku sibuk. Lawan ceritaku hilang bersama kebahagiaannya di ujung sana. Aku bangga punya kamu. Aku senang berkomunikasi denganmu walaupun hanya sekedar lewat pesan singkat. Dulu. Aku marah. Aku marah terhadap keadaan...

Cepat Pulang, Sayang.

Ruangan ini sepi. Tidak. Ruangan ini ramai. Aku yang sepi. Bukan karna tak ada orang di sekelilingku. Ku edarkan pandanganku ke sekeliling ruangan. Sepi. Hei. Tak bisakah kamu mengalihkan pandanganmu sejenak ke arahku? Aku rindu tatapanmu. Aku rindu caramu memandangku dengan tulus. Aku hanya bisa diam mematung, tak benar-benar mematung karna aku tau masih ada yang bergerak dalam diriku. Darah yang mengalir di nadi ini tak pernah berhenti mengalir. Detak jantung ini tak pernah berhenti berdetak. Hari ini aku terbangun lagi. Kembali menunggumu dalam diam. Mungkin aku bodoh, harusnya aku jujur padamu kalau kamu adalah orang yang selalu aku tunggu. Aku menunggumu, Sayang. Kapan kamu kembali? Kapan kamu punya waktu luang untukku? Tahukah kamu aku takut disini? Aku takut aku mengganggumu. Aku sadar aku tak seberani dulu yang bisa merajuk kapan saja ketika aku merasa kamu tak ada. Aku takut semua kata yang ku sampaikan nasibnya tak lebih dari sekedar kata dari orang-orang yang tak pen...

AKU (tetap) (tidak) SEMPURNA

Aku berjalan menyusuri malam yang sedang menangis. Tanpa kasut. Tanpa payung. Ku pijakkan kakiku dengan mantap di atas pinggiran trotoar jalan. Mengikuti alurnya dengan kepala tertunduk. Sesekali ku angkat pelan kepalaku, menoleh sedikit ke arah suara mereka yang dengan seenaknya melaju dengan kencang di sampingku sambil menyipratkan air berwarna coklat yang tergenang di sepanjang jalan. Ingin sekali ku balas mereka dengan teriakan keras tapi aku tak mampu. Aku bisu. Sambil mengomel kecil di dalam hati, ku miringkan sedikit kepalaku hendak mendengar suara yang agak asing bagiku. Aku menebak-nebak suara apa yang saat ini mendekatiku dan mungkin juga akan menyipratku dengan tak berperasaan. Aku melangkah turun dari trotoar jalan dengan feeling yang cukup kuat. Aku memang lumayan mahir melakukan hal ini. Semacam kebiasaan. Ku sendengkan lagi telingaku namun aku tak mendengar apa-apa. Deru 'benda bergerak-tak tertebak' itu mendadak lenyap. Hingga tiba-tiba aku merasakan pu...

Hanya sedikit waktu lagi, hingga aku benar-benar tak ada :')

Selamat petang, hatiku. Bagaimana kabarmu? Aku dengar dari seseorang, kamu akhir-akhir ini sering berkecamuk. Jangan nakal ih, aku tak suka. Hei, aku ingin bercerita sesuatu. Sesuatu tentang perasaanku yang tak henti-hentinya bergejolak. Aku disini bagaikan serigala yang melonglong tajam di bawah sinar rembulan. Melawan dinginnya malam yang menusuk tulang. Bagaikan rusa yang sedang diintai pemburu dengan anak panah ditangannya. Aku siap terpanah kapanpun. Aku siap terluka kapanpun. Aku siap mati tertusuk kapanpun. Tapi aku tak siap sendirian. Aku tak siap sendirian menahan perihnya luka akibat panah. Aku tak siap sendirian menahan luka goresan benda tajam. Aku tak siap sendirian menahan luka tusuk yang bisa mengambil nyawaku kapan saja. Hei. Aku menahannya sendirian. Aku mengobati luka yang satu sambil mrnahan perihnya goresan benda tajam yang melukaiku. Hei. Aku takut cerita. Aku takut akan kata-kata. Aku takut setiap gerakanku hanya menyisakan muak yang tak kunjung pudar. He...

Hei Kamu

                Aku kembali menulis malam ini. Lagi-lagi tentang kamu. Aku tak mengerti, tak benar-benar mengerti mengapa aku begitu suka menyelipkan ‘kamu’ dalam setiap ceritaku.                                   Hari ini aku kembali sendiri. Harapan yang sempat terlintas dalam benakku ketika aku bangun dari tidurku di pagi hari sepertinya akan lenyap tak bersisa. Aku tak paham, apakah ini artinya aku tak diizinkan untuk berharap lebih banyak lagi?                         Ini hati. Kamu tau kan?                 Aku bingung. Aku sendirian. Tiap kali aku mengatakan hal itu, aku hafal...

Wish Your Day Full Of Laugh,With(out) Me :)

Aku kembali masuk ke dalam duniaku kembali malam ini, menulis. Aku ingin menulis tentang kamu, tentang kita, karena hanya kita yang mampu membuat aku menulis, hanya kita yang mampu mengisi lembaran bukuku dengan cepat, hanya kita yang bisa menghabiskan tinta penaku.. Kamu.. aku sadar satu hal. Satu hal yang mungkin sengaja atau tidak sengaja kamu katakan padaku; jangan maksa. Aku tau, jauh dari dasar hatiku aku tau aku sudah terlalu banyak memaksamu. Memaksakan kehendakku akan hubungan ini hanya karna aku takut sendirian. Aku tidak sedang mengasihani diri sendiri, hey. Aku mengatakan yang sebenarnya. Ini fakta. Dan kamu harus tau itu. Banyak perubahanmu yang tanpa ku sadari telah ku 'telan' begitu saja tanpa harus mengunyahnya terlebih dahulu. Kamu berubah, aku tak tau apa perubahannya. Yang aku tau perubahan itu ada. Aku disini. Duduk bertemankan sepi. Tidur bertemankan tembok bisu. Aku tak punya siapa-siapa. Tak ada yang ingin ku kenal disini, tak ada - entahlah kenapa....

Sempurna

Ini hari ke-sekian aku berada di kota kelahiranku. Aku sudah bertemu keluargaku, tertawa lagi bersama mereka, yang awalnya ku pikir tak akan bisa terjadi. Ah, otakku ini memang terkadang suka ngaco. Aku senang melihat mereka. Tersenyum, tertawa, bahkan ketika mereka berantem kecil-kecilan. Kebahagiaanku hampir sempurna. Ya. Hampir. Ada satu hal yang belum terpenuhi hingga hari ke-sekian ini. Aku belum juga bertemu dengannya. Ia, dia yang sangat ingin ku temui. Entahlah kapan, batinku. Hingga suatu hari, kami bertemu. Melepas rindu bersama. Memutuskan jarak yang selama ini memisahkan kami. Aku senang. Kebahagiaanku sempurna... pada akhirnya.

Kita sama, Bu.

Image
jangan sedih, Danbo. Kata Ibuku, aku anak yang normal. Sakit demamku yang sejak kecil telah menyelimuti tubuh kecilku hingga membuatku kejang tidak membawa dampak negatif. Kata Ibu, kemungkinannya hanya dua, pintar atau idiot. Aku tidak idiot, aku tau itu. Mungkin Ibu memang benar, aku anak yang pintar. Aku ingat, ketika aku duduk di kelas 2 SD, aku sudah bisa menyetrika hingga seringkali membuat Ibu ketar-ketir melihatku ketika ia pulang kerja. "Anak perempuan itu biasanya dekat dengan Ayahnya." Aku ingat Ibu pernah mengatakan hal tersebut. Lembut sekali, selembut hatinya. Kata Ibu, anak perempuan yang dekat dengan ayahnya akan dapat uang saku yang saaaaangat banyak. Kata Ibu. Semuanya memang kata Ibu. Aku sayang Ayahku. Aku juga dekat dengan Ayah. Ayah suka memberi uang saku berlebih. Kata Ibu, kebanyakan Ayah memang cuek, tapi sebenarnya hatinya lembut juga seperti Ibu. Kata Ibu, Ayah hanya ingin anaknya bercerita tentang kebutuhannya, namun bukan berarti Aya...

Aku Harap Ini Imajinasi

Image
Aku ingat waktu itu, waktu dimana kamu mengajakku bepergian seharian menjelang kepulanganku ke kota dimana aku harus menyelesaikan pendidikanku. Belum lama yang pasti, karena aku berada di kampung halamanku pun tidak lama. Aku ingat semua yang kamu katakan, suruhlah aku mengulanginya, aku yakin aku bisa. Semenjak hari itu, gairahku untuk pulang semakin membara, aku senang aku akan pulang, bertemu keluargaku dan juga kamu. Beberapa hari setelah telponmu waktu itu, aku pun tiba di kampung halamanku. Ah, sudah lama rasanya aku tak menginjakkan kaki disana. Sudah lama juga aku tak melihatmu~ Hari terus berganti, beberapa kali aku menghabiskan waktu bersamamu. Kamu tau? Melihat senyummu merekah adalah kesenangan bagiku. Aku senang melihatmu bahagia, tertawa lepas tanpa ada beban. Akhirnya, batinku. Akhirnya aku bisa melihatmu lagi setelah sekian banyak rintangan dan halangan untuk pulang :'') Hingga tiba lah hari itu, sehari sebelum aku akan kembali ke kotaku. Seperti perm...

Hey?

Semenjak kauputuskan untuk menjauh dariku, aku kacau. Seperti benang jahit yang dibiarkan begitu saja, kusut. Aku masih ingat saat itu, Hey. Saat kauharus melepaskan tanganku ketika ia memanggilmu dengan suara manjanya. Cuma hati ini yang menangis saat itu. Kautak akan mengerti, Hey, karna kauada di tengah-tengah. Hingga akhirnya kaupergi dengannya. Menggenggam manis tangannya dan membiarkan lengannya berada di pinggangmu. Bukankah selama ini hanya aku yang pantas mendapatkan hal itu? Air mata ini. Adakah kaulihat seberapa banyak yang mengalir ketika aku membalikkan badan? Aku hanya tak ingin kaumelihatnya mengalir lemah. Aku hanya tak ingin mengganggumu dengan orang pilihanmu. Lanjutkan hidupmu, Hey. Jangan lepaskan genggamanmu atasnya. Mungkin ia yang pantas digenggam olehmu mulai saat ini. Hey, mampukah kauberjanji padaku dan benar-benar menepatinya? Jangan lepaskan tangannya hanya untuk menggenggam tangan orang lain. Itu menyakitkan. Aku yakin karena aku sudah...

Kenapa Aku Harus Pulang?

Aku bukanlah wanita ekstrovert. Apalagi terhadap orang-orang yang tak ku kenal dengan baik. Namun aku bisa saja berubah menjadi seorang yang introvert ketika aku bersama mereka yang dekat denganku. Aneh. Hari ini  aku mau sedokit introvert. Kepadamu, ya engkau sang diary onlineku. Kaumasih ingat tentang ceritaku yang ingin pulang? Berulang kali ku katakan bukan? Kautahu? Entah kenapa aku meragu. Aku ragu pulang ke kotaku. Aku ragu mengudara di atas selat sunda dan laut-laut lainnya. Bukan ragu karna aku tak ingin bertemu mereka, keluarga dan kesayanganku. Aku takut. Aku takut kurang diterima baik di kotaku. Sudah hampir 9 bulan aku meninggalkannya dan belum kembali. Mungkin dia sudah jenuh. Maka kemudian dia menyerah dan tak ingin ditemui olehku lagi. Alasan yang masuk akal bukan? Apa mungkin ini yang dirasakan banyak perantau lainnya? Mungkin ini yang disebut 'perasaan takut pulang karna takut tak diterima lagi' kalau sudah begini, lantas kemana lagi aku akan pulang? ...

Sepertinya Aku Menunggumu

Duduk mendem di atas kursi di sebuah ruangan sepi yang diselimuti buku. Aku lumayan tinggi disini, maksudku, ruangan ini tinggi, 7 lantai dari bawah. Berusaha meminimalisir rasa kantuk yang bisa datang kapan saja apabila aku di rumah. Aku memilih pergi ke perpustakan umum di dekat rumahku; aku duduk ditemani suara penyiar radio yang sedari tadi bergaung di telingaku. Ah, aku kembali teringat akan waktu itu. Ketika aku sedang duduk sendirian di meja ini juga. Tak benar-benar mengerjakan tugas, hanya ingin menghilangkan penat di rumah. "Heboh amat sih!" Terdengar celetuk seorang wanita di sebelahku, tanpa sadar suaranya menyadarkanku dari lamunan kecilku. Spontan ku tolehkan kepalaku ke arah pintu masuk. Lelaki tinggi dengan rambut acak-acakan, kaos oblong, celana seperempat kaki dengan laptop di tangan kiri dan buku di sebelah kanan. Bukan siapa-siapa, gumamku dalam hati. Kembali ku layangkan pandanganku ke arah langit biru di luar sana. Indah sekali. "Aku boleh d...

Seperti Bulan yang Setia

Malam ini dingin. Menusuk-nusuk tulangku, menjalar ke seluruh aliran darahku hingga aku merasakan rasa ngilu yang luar biasa. Aku kehilangan dekapanmu malam ini. Baru ku sadari, tumpukan laporan tak bernyawa itu lebih mampu menyita waktumu dibandingkan aku. Aku menikmati dinginnya malam bertemankan selimut dan guling, tanpa kamu. "Seolah itu lebih menyakitkan, Sayang." Ku pejamkan mataku berkali-kali hanya untuk merasakan tubuhmu ada di dekatku, lagi-lagi seolah. Kauseolah ada, tapi tak benar-benar ada. Ngelindur di tengah mencekamnya malam; berjalan melewati ruang keluarga tempat kita menghabiskan waktu bersama hanya untuk menenangkan pikiran dari tumpukan pekerjaan dari masing-masing kita, membuka pintu dalam keadaan tak sadar dan terduduk di salah satu kursi goyang disana. Hingga aku terbangun, terbangun tanpa ada kau lagi. Ku gosok mataku dan kemudian berjalan masuk sembari melihat jam yang selalu setia menempel di dinding. Jam 2 pagi. Dan kaubelum juga pulang d...

Fix You

Image
When you try your best, but you don't succeed When you get what you want, but not what you need When you feel so tired, but you can't sleep Stuck in reverse When the tears come streaming down your face When you lose something you can't replace When you love someone, but it goes to waste Could it be worse? Lights will guide you home And ignite your bones And I will try to fix you High up above or down below When you too in love to let it go If you never try you will never know Just what your worth Lights will guide you home And ignite your bones And I will try to fix you Tears stream down your face When you lose something you cannot replace Tears stream down on your face And I.. Tears stream down your face I promise you I will fix you #replacelyric Tears stream down on your face And I.. Lights will guide you home And ignite your bones God will fix you, fix me, fix us :)

Kapan Aku Pulang?

Aku berlari dengan semangat. Tak benar-benar perduli akan peluhku yang sudah ribuan butir jatuh membasahi tempat dimana aku menjejakkan langkah. Aku hanya ingin pulang. Aku ingin berlari mendahului waktu atau setidaknya berlari menyamai waktu. Aku sungguh ingin pulang. Aku ingin pulang kok. Hanya saja ketidakpastian yang sedang ku hadapi sekarang ini sangatlah menggangguku. Aku bingung, sendirian menentukan pilihan. Aku sadar aku bukanlah gadis kecil mama yang kemana-mana selalu ditemani dan ditarik tangannya ketika berjalan. Bukanlah gadis kecil mama yang harus di sisirin setiap pagi, di kuncirin setiap pagi, bukan. Aku sudah beranjak dewasa, usiaku tepatnya. Aku benci keadaan ini. Terkadang aku marah mendapati diriku sendirian di kota orang. Meracau nggak jelas, menggumam dalam hati, tanpa ada yang mampu mendengarkanku. Ma, aku ingin pulang. Aku ingin kembali saja ke rumahmu. Ke rumah kalian, ke rumah papa dan mama. Tapi aku hanya bisa berkata dalam hati, sambil terkadang ter...

Serapuh Pasir, Sekuat Batu

Image
Ini bukan tentang itu. Bukan tentang perbedaan, karena yang aku tau, perbedaan akan selalu ada. Bukan juga karena hati kita, tapi karena sikap kita. Sikap kita yang mungkin menurut orang dewasa sangatlah kekanak-kanakan, itulah penyebab runtuhnya istana yang sudah kita bangun bertahun-tahun. Mungkin benar kata orang, jangan membangun di atas pasir. Pasir itu lemah, ia gampang lelah, tidak seperti batu yang kuat dan kokoh berdiri. Sayang, ingatkah kau tentang istana pasir yang pernah kita bangun bersama kala itu? Iya, di kala kau masih menemaniku. Istana itu sudah lenyap, sangat cepat. Tahukah kau, Sayang, ombak laut cemburu. Ia cemburu pasirnya diganggu oleh manusia, kita. Maka ia mengamuk dan menghempaskan tubuhnya ke arah kita. Kita terpercik air laut yang kemudian menghancurkan istana pasir kita. Apakah mungkin komitmen kita selemah pasir itu? Yang ternyata jarak cemburu lantas menghempaskannya dan hancur begitu saja? Aku harap tidak.

Hujan di Siang Hari Ini

Hari ini hujan. Hanya rintik-rintik kecil. Hujannya nakal kaya kamu. Suka sekali menggodaku. Kamu tau aku bilang apa di kala ia menggodaku? "Jangan menggangguku, aku punya kesayangan disana." Tapi dia tetap saja menggangguku tanpa henti. Rambutku basah kena rintik-rintiknya. Bukan sengaja kok. Aku hanya merasa harus menyelamatkan pakaianku di lantai atas. Kasihan dia bila harus terguyur hujan. Kamu, kapan pulang? Bukankah katamu kau akan segera kembali? Jangan biarkan aku sendiri terlalu lama ya. Jangan nakal kaya hujan.