Tanya Untuk Rabbi
Selamat pagi, Rabbi*
Maafkan aku untuk percakapan singkat kita tadi malam. Aku hanya tak mampu lagi berucap, Kaupasti tahu kan apa yang sedang berkecamuk dalam dadaku semalaman? Ah, ya, Kaumemang selalu mengerti aku.
Tentang hal itu, kurasa tak perlu lagi kujelaskan panjang lebar dalam tulisan ini. Aku hanya ingin meminta maaf sebentar tentang aku yang lebih memilih tidur terlebih dulu dibanding harus menahan isak tangisku di bahu bidangMu.
Oh iya, aku ingin memberitahuMu sesuatu, pagi ini aku terbangun dengan bahagia, Kautahu kan apa alasannya? Lelap dalam pelukanMu memang selalu mampu membuatku merasa jauh lebih baik. Terima kasih, ya :)
Sebelum aku mengakhiri hari ini, bolehkah ku tanyakan sebuah pertanyaan padaMu? Tentang hati yang kelabu dan pikiran yang selalu terganggu. Bukankah Kau pernah bercerita tentang cinta? Ya, aku memang bukan apa-apa jika dibandingkan denganMu dalam hal ini, tapi apakah aku salah jika kukatakan aku merasakan hal yang pernah Kausebut cinta kala itu?
Rabbi, di usia ke berapakah seharusnya aku merasakan cinta? Aku menyayangi ibuku, ayahku, saudaraku, dan semua orang disekelilingku, apakah setiap aku menyayangi orang lain, itu artinya aku mencintai mereka? Aku bingung.
Rabbi, bukankah sebagai Guru yang baik, sudah seharusnya Kaumengajariku bagaimana mencintai dengan benar dan pantas? Bolehkah keegoisan merajai hati saat ku katakan aku mencintai seseorang? Lantas, mengapa banyak orang lain terluka bahkan menderita karena cinta? Apakah cinta sebengis itu, Rab?
Rabbi,
Maukah Kaumembuatku mengerti arti kata cinta dalam tagar #30HariMenulisSuratCinta ini?
Aku, gadis kecilMu yang belum mengerti cinta.
*Rabbi: Guru.
Aku pun belum mengerti jelas tentang cinta
ReplyDelete