Engineer Favorite

Selamat malam, Tuan!
Apa kabarmu di seberang sana? Ku harap sih baik-baik saja.

Oh ya, biar ku tebak. Pasti kausudah tidur, kan? Atau, kalaupun belum, ah tapi tak mungkin. Sudah lewat jam 3, mustahil rasanya kaumasih terbangun, kecuali untuk hal-hal urgent.

Tuan engineer yang terhormat,
Ku akui, ini surat pertamaku yang ku tujukan padamu. Memaaaang, aku sudah lama berkecimpung dalam dunia tulis-menulis, tapi entah kenapa, belum ada surat yang kutujukan langsung untukmu. Mungkin karena kauterlalu favorite, sehingga tak pernah mampu diungkapkan lewat kata.

Tentang waktu itu, Tuan, sekitar beberapa minggu lalu, kalau ngga salah di tanggal 3 Februari, tepat 2 hari sebelum kepergianku meninggalkanmu, aku sempat merasakan ketakutan yang amat sangat. Tentang ketidakadaanmu ketika aku sampai di rumah. Padahal, biasanya setiap kali aku pulang, mobil hitam milikmu pasti sudah terparkir rapi di sebelah rumah.

Segera kusingkirkan semua pikiran buruk, kemudian ku langkahkan kakiku menuju lantai 2 rumah tempat kita tinggal. Ah, andai saja kautau betapa dag dig dugnya hatiku saat itu. Ku lihat jam dinding, "setengah duabelas".

Seperti biasa, segera kunyalakan televisi di hadapanku hanya untuk sekedar mengusir sepi. Ku akui lagi, kita lucu. Seakan saling berbagi tugas dan tanggung jawab untuk saling menunggu ketika salah satu diantara kita belum pulang, seperti itulah yang kulakukan juga saat itu sembari menunggu kepulanganmu. Tak ada yang menjadi temanku berbincang karena yang lainnya sudah masuk ke dalam alam bawah sadar mereka masing-masing.

Pukul satu, kaubelum tiba.

Kulanjutkan lagi menonton siaran ulang salah satu film layar lebar di TV, jujur saja, ini kali kedua film itu ku tonton, tak masalah lah jika untuk mengusir sepi.

Filmnya selesai. Pukul dua. Dan kaubelum juga pulang. Tuan, kemanakah kau?

Ku rasa saat itu aku di landa kantuk yang amat sangat. Akhirnya ku putuskan untuk masuk ke kamar dan tidur. Baru beberapa menit kemudian, terdengar deru mobil yang sangat kukenali. Ah, Tuan, aku tau itu kau.

-

Tuan engineer yang begitu favorite,

Aku tau kaubukanlah seorang engineer beneran yang menyandang gelar S.T di belakang namamu. Aku pun tau kautak pernah mengenyam ilmu di bangku perkuliahan. Hanya saja, yang ku lihat, kaujauh lebih hebat dari semua engineer dan calon-calon engineer yang ku kenal.

Aku tau sedikit banyak perjuanganmu, aku pun tau kauadalah orang yang sangat gigih bekerja. Bahkan disaat hari libur pun kauakan tetap bekerja dengan alasan loyalitas. Ah, iya, ngomong-ngomong tentang libur, apakah kemaren kaulibur?

-

Soal keterlambatanmu pulang malam itu, keesokan harinya aku pun segera tahu mengapa kaupulang terlambat. Kaukembali ke tempat kerjamu, kan? Terkadang aku begitu iba melihatmu, bekerja tanpa lelah dengan loyalitas yang tak ada tandingannya, namun hari itu aku sedih sekaligus semakin bangga terhadapmu, bagaimana mungkin aku tak bangga, Tuan, kaumenurunkan dan menggerek kapal buatan kalian ke tengah laut sendirian, kan? Berani sekali kau, Tuan! Berani sekali! Tak taukah kau aku menunggumu di rumah dengan jantung yang tak waras?

Tuan engineer favorite,
Yang aku tahu, umurmu sudah semakin bertambah. Yang aku tahu juga, dayamu tak akan sekuat dulu lagi. Tidakkah kaumerasa lelah dan ingin berhenti bekerja saja?

Tuan engineer yang terhormat,
Entah mengapa ku tuliskan surat ini untukmu hari ini, entahlah, aku hanya rindu yang teramat sangat. Walaupun kita tak seakrab yang tersirat dalam surat ini, tapi aku tau kausangat menyayangiku dengan sepenuh hati. Pun begitu denganku.

Maafkan aku, Tuan. Mungkin kautak pernah tahu akan kecintaanku bermain aksara, maka dapat pula kupastikan, kautak akan membaca surat ini hari ini. Yang aku harapkan dan semoga akan terwujud, akan kuhantarkan surat ini suatu hari nanti ke pangkuanmu, secara langsung dengan penuh keberanian atau melalui Pak Pos dengan segala kerendahdirian yang ku kenakan selama ini.

Terakhir, Tuan engineer yang akan selalu di hati,
Ku tahu kalimat manisku tak akan ada gunanya jika hanya dikatakan namun tak diperjuangkan untuk diwujudkan. Semoga semua cita-cita kita bersama, akan dapat segera terwujud sesuai dengan kehendak-Nya.

Jaga kesehatan, Tuan.
Jaga penglihatanmu. Jaga keempat alat gerakmu.
Agar ketika aku dan ke-5 adikku wisuda nantinya, kau dan isterimu mampu menyaksikan dan memeluk kami dengan penuh rasa bangga.

Titipkan rinduku untuk dia, wanitamu: Mama.
Semoga kalian selalu berbahagia.
Semoga peluh yang kalian tumpahkan setiap harinya tak pernah mengenal kata sia-sia.

Selamat malam, Tuan.
Aku rindu permisi kepadamu dengan "Aku bobo duluan ya, Pa." sambil beranjak lalu menuju kamar dan meninggalkanmu berkutat dengan setumpuk pekerjaanmu di ruang TV.

                                                                                                      Dekap erat ala engineer,

                                                                                                                         Vanni,
                                                                                                                    Yang kerap kali kaupanggil Pani

Comments

Popular posts from this blog

Ingin (yang) Tak Sampai

Garis Kita Tak Akan Pernah Bertemu, Bukan?

Surat Pertama Untukmu, Tentang Aku Yang Akan Selalu Ada