Penimbun Rindu Yang Belum Juga Pulang

Shalom, Eka.

Sedang apa gerangan kaudisana? Aku? Seperti biasa, membantu Mama sambil meniti hari kepulanganku ke tempat perantauan dengan rasa yang lumayan berkecamuk. Hehe, pasti kaukaget kan mendapat surat seperti ini dariku? Ya, aku tau.

Mungkin ini adalah tulisan pertamaku yang pernah kaubaca, entahlah, aku tak begitu yakin kaupernah mampir ke blogku apa tidak. Tapi itu tak begitu penting, aku tak sedang merengek memintamu menjadi pembaca setiaku, kok. Cukup beli saja bukuku ketika sudah terbit di toko buku, kelak.

Oh iya, bagaimana pendapatmu tentang KPK dan Polri yang sedang ramai dibicarakan di 2 dunia itu, nyata dan maya? Ah, ku rasa kauharus mengirimiku press release tentang kedua hal tersebut, bukankah kaumenjabat sebagai staff Kajian Strategi di BEM kampusmu? Ayolah, aku ingin mengetahuinya sedikit saja.

Eka,

Perihal ketidakpulanganmu ke rumah, dimana ini adalah kali pertama kaumerantau, melangkahkan kaki beribu jarak jauhnya dari keluarga, tidakkah rindu kerap memelukmu erat? Lantas, mengapa tak kauputuskan untuk pulang saja? Ya, baiklah, aku tau alasannya hehe.

Tentang perkenalan kita di masa lampau, aku tak begitu mengingat detailnya, maaf ya. Aku memang pelupa akut tentang hal seperti itu, yang aku tau, aku tiba-tiba saja mengenalmu, begitu juga kau. Tapi, bukankah setiap pertemuan, diingat atau tidak, adalah sebuah anugerah dari Tuhan? Aku sungguh belajar hal baik darimu.

Echa Soemantri, bagaimana kabar drummer favoritemu itu? Aku sering melihat kalian di timeline. Sepertinya dia orang baik sampai-sampai kaumenyayanginya begitu rupa.

Aku hampir lupa, bagaimana kabarmu? Engg, akan ku perbaiki pertanyaanku, bagaimana kabar pipi yang ku dengar-dengar sudah hampir menyaingi bundarnya bola itu? Hahaha. Aku harap kalian baik-baik saja, kau dan pipimu.

Eka,

Ada hal yang ingin ku tanyakan padamu, tentang sebuah rasa yang selalu saja mengganggu, terutama saat aku sendirian.

Bagaimana rasanya memendam rindu, terutama untuk mereka yang selalu ada?
Bagaimana agar air mata tak harus menetes saat kauingat mereka yang selalu ada untukmu ternyata tak ada secara nyata di sampingmu, menggenggam erat tanganmu yang dingin digerogoti malam, yang memeluk tubuhmu saat asamu hampir habis termakan kesendirian?

Ah, satu lagi yang hampir tertinggal.
Seperti apakah rupa Jogja, yang kerap kali membuat orang banyak jatuh cinta itu?

Comments

Popular posts from this blog

Ingin (yang) Tak Sampai

Garis Kita Tak Akan Pernah Bertemu, Bukan?

Surat Pertama Untukmu, Tentang Aku Yang Akan Selalu Ada