Kekalahan Bernama Aku
Ada yang sama-sama kita benci, yaitu ketika masing-masing dari kita lebih berbahagia dengan orang lain selain "kita". Namun ego kerap kali menguasai.
Aku melihatmu tersenyum dengan orang lain, lantas aku pun (berusaha) mencari kesenangan baru agar (terlihat) bahagia dan mampu (membalas) berbahagia seperti yang kautunjukkan. Harusnya kasih tak sekeji itu.
Tapi apa yang dapat ku lakukan? Tak ada pula obat peredam cemburu.
Andai saja ada, aku pasti pemakai paling candu.
Hm ya, ada lagi. Ketika kamu lebih mampu mengusirku dengan sejuta kesibukan yang kerap kali tak aku tahu dibanding mengusir orang lain yang mengusik bahagianya kita. Sebenarnya, aku ini siapamu? Baik, ku perbakai pertanyaanku, sebenarnya dia itu siapamu?
Kata pakar cinta, cinta itu cemburu. Tapi aku pernah membaca di sebuah buku suci yang menyebutkan "kasih itu tidak iri hati", dapatkah kaujelaskan mana yang benar?
Sore ini ku lihat lagi kalian, hehe, tawamu memang selalu berbeda ketika dengannya. Entahlah, cintamu pada siapa, bahagiamu pada siapa.
Maaf ya, aku selalu saja seperti ini. Kalau kata orang banyak, baper. Tapi hei, kau hanya tak tau bagaimana rasanya.
Mungkin isak tangismu jauh lebih hebat ketika ku katakan aku akan pergi, tapi, tak pernahkah kau rasakan ketika air mata harus mengalir deras melihat kebahagiaanmu di peluk oleh kebahagiaan milik orang lain?
Ah ya, aku tak akan pernah melakukan itu.
Tentang dia, yang kerap kali kausebut namanya dalam beberapa-kali pembicaraan kita tentang segala, aku jelas kalah.
Tentang kamu, yang kerap kali menjadi tempatnya berteduh kala hujan, lagi-lagi aku kalah.
Tentang aku, yang kerap kali hanya mampu menangis tanpa mampu menemani tidur malammu yang panjang sebagai penebusan salahku, aku adalah seorang yang selalu kalah.
Hari ini hari Jumat, ingatkah kausaat kita pergi beberapa minggu lalu? Iya, di hari Jumat pertama tahun ini.
Waktu itu aku terlalu bahagia, namun hari ini berbeda.
Selamat malam, Sayang, semoga kauselalu berbahagia.
Aku, yang selalu kalah.
Aku melihatmu tersenyum dengan orang lain, lantas aku pun (berusaha) mencari kesenangan baru agar (terlihat) bahagia dan mampu (membalas) berbahagia seperti yang kautunjukkan. Harusnya kasih tak sekeji itu.
Tapi apa yang dapat ku lakukan? Tak ada pula obat peredam cemburu.
Andai saja ada, aku pasti pemakai paling candu.
Hm ya, ada lagi. Ketika kamu lebih mampu mengusirku dengan sejuta kesibukan yang kerap kali tak aku tahu dibanding mengusir orang lain yang mengusik bahagianya kita. Sebenarnya, aku ini siapamu? Baik, ku perbakai pertanyaanku, sebenarnya dia itu siapamu?
Kata pakar cinta, cinta itu cemburu. Tapi aku pernah membaca di sebuah buku suci yang menyebutkan "kasih itu tidak iri hati", dapatkah kaujelaskan mana yang benar?
Sore ini ku lihat lagi kalian, hehe, tawamu memang selalu berbeda ketika dengannya. Entahlah, cintamu pada siapa, bahagiamu pada siapa.
Maaf ya, aku selalu saja seperti ini. Kalau kata orang banyak, baper. Tapi hei, kau hanya tak tau bagaimana rasanya.
Mungkin isak tangismu jauh lebih hebat ketika ku katakan aku akan pergi, tapi, tak pernahkah kau rasakan ketika air mata harus mengalir deras melihat kebahagiaanmu di peluk oleh kebahagiaan milik orang lain?
Ah ya, aku tak akan pernah melakukan itu.
Tentang dia, yang kerap kali kausebut namanya dalam beberapa-kali pembicaraan kita tentang segala, aku jelas kalah.
Tentang kamu, yang kerap kali menjadi tempatnya berteduh kala hujan, lagi-lagi aku kalah.
Tentang aku, yang kerap kali hanya mampu menangis tanpa mampu menemani tidur malammu yang panjang sebagai penebusan salahku, aku adalah seorang yang selalu kalah.
Hari ini hari Jumat, ingatkah kausaat kita pergi beberapa minggu lalu? Iya, di hari Jumat pertama tahun ini.
Waktu itu aku terlalu bahagia, namun hari ini berbeda.
Selamat malam, Sayang, semoga kauselalu berbahagia.
Aku, yang selalu kalah.
Nggak bosen nih baca suratnya, kalo udah suka jadi nyaman :)
ReplyDeleteHaha terima kasih, Ka!
ReplyDelete