Kita sama, Bu.

jangan sedih, Danbo.


Kata Ibuku, aku anak yang normal. Sakit demamku yang sejak kecil telah menyelimuti tubuh kecilku hingga membuatku kejang tidak membawa dampak negatif. Kata Ibu, kemungkinannya hanya dua, pintar atau idiot.

Aku tidak idiot, aku tau itu. Mungkin Ibu memang benar, aku anak yang pintar. Aku ingat, ketika aku duduk di kelas 2 SD, aku sudah bisa menyetrika hingga seringkali membuat Ibu ketar-ketir melihatku ketika ia pulang kerja.

"Anak perempuan itu biasanya dekat dengan Ayahnya." Aku ingat Ibu pernah mengatakan hal tersebut. Lembut sekali, selembut hatinya. Kata Ibu, anak perempuan yang dekat dengan ayahnya akan dapat uang saku yang saaaaangat banyak.

Kata Ibu. Semuanya memang kata Ibu. Aku sayang Ayahku. Aku juga dekat dengan Ayah. Ayah suka memberi uang saku berlebih.

Kata Ibu, kebanyakan Ayah memang cuek, tapi sebenarnya hatinya lembut juga seperti Ibu. Kata Ibu, Ayah hanya ingin anaknya bercerita tentang kebutuhannya, namun bukan berarti Ayah tidak mengerti kebutuhan anaknya.

Sekarang aku sudah besar. Maksudnya, dewasa. Aku kini mengerti dekat yang dimaksud ibu seperti apa dan kenyataannya, aku tidak sedekat itu dengan Ayahku. Ayah orangnya bawel ketika aku pulang terlambat, ibu cenderung sabar. Tapi aku senang ketika Ayah masih bisa ngomel.

Beberapa waktu lalu, aku gagal lagi membahagiakan Ayah dan Ibu. Hari Minggu nanti Ibu akan berulang tahun ke-43, aku pikir aku bisa menghadiahi ibuku hadiah tak terlupakan dengan cara lulus seleksi itu, tapi tidak.

Kata Ibu, "sudahlah, itu belum menjadi bagianmu." Lalu, kapan akan menjadi bagianku? Aku tak mungkin terus-menerus membuang waktu dan umurku hanya untuk mengikuti ujian itu lagi di tahun berikutnya.

Ayah, aku tau Ayah bekerja siang malam untuk membiayaiku. Aku juga sangat menyesal seperti ini, tapi apa lagi yang pantas ku sesali saat ini? Maafkan aku, Ayah. Aku akan berusaha tidak mengecewakanmu lagi.Tidak membuang keringat dan jerih lelahmu dengan sembarangan lagi.

Kata Ibu, "harapan itu akan selalu ada kok." Apa harapan itu masih berlaku untukku, Bu? Lantas apa yang bisa ku harapkan lagi?

Ibu, kenapa Ibu selalu sabar? Kenapa Ibu selalu saja membelaku? Benar kata mereka, Bu, Ibu terlalu banyak membelaku. Kalau semua adikku saja mampu mengatakan hal itu pada Ibu seperti yang Ibu sampaikan padaku waktu itu, lalu apa alasan Ibu melakukannya lagi?

Sudahlah, Bu, aku tak pantas dibela. Aku memang punya segudang keinginan, tapi biarlah itu mengalir begitu saja. Seperti kata seseorang malam itu yang kita dengar bersama "pura-pura tak dengar sajalah". Belajarlah, Bu. Belajar tak membela anakmu yang selalu mengecewakan ini :)

Aku sayang ayah. Aku sayang Ibu. Aku sayang semua adikku. Aku sayang kalian.

Bu, apakah ibu seorang yang cengeng? Ya, aku tau itu. Kita sama, Bu. Lagi-lagi kita sama :')

Comments

Popular posts from this blog

Bersiap

Selamat Ulang Tahun

Rangkaian Aksara Untukmu.