Posts

Showing posts from March, 2014

Hanya Jika Kaubutuh.

Karena air mata tak akan pernah keluar untuk sesuatu yang tak pantas, maka aku selalu berusaha memantaskan diri agar ketika orang lain harus menangis karnaku, setidaknya aku adalah orang yang pantas. Tapi jangan tangisi aku karena kauharus meninggalkanku lagi. Aku mampu bangkit sendiri dari keterpurukanku. Aku mampu melangkahkan kaki kembali walau bukan dalam waktu yang singkat. Aku terbiasa sendiri, dalam nyata. Harapanku menginginkan kehadiranmu yang nyata, ku rasa tak pantas di sebut harapan lagi. Ketika kautau aku menangis, tenanglah. Ratusan lembar tissue selalu tersedia di sampingku untuk menghapus jejak air mataku. Kamu, yang selama ini telah setia dan berusaha bertahan dalam diam, terima kasih ya. Untuk segala yang kauperbuat. Maafkan aku jika aksaraku kali ini tak seindah yang lainnya. Aku kacau. Selamat berjuang. Selamat menikmati hari-hari yang semakin cepat berjalan memakan waktu berhargamu dengan orang-orang tersayangmu. Semoga kauselalu dalam lindungan Tuhan. Jika

Wanita di Ujung Jalan.

Image
Jika kautemukan seorang wanita muda di ujung jalan ini, tak benar-benar mengenakan atasan penuh, dekaplah ia. Hatinya sedang rapuh, kering di terpa angin malam. Benamkan kepalanya dalam dadamu yang kerap kali ia rindukan. Bukan karena nafsu yang membara, namun karena ia butuh di perhatikan. Bawakan ia sepotong kain untuk menutup tulang lehernya yang beku. Pinjamkan ia jaket untuk menghangatkan tubuhnya. Jika kaumenemukan seorang wanita di ujung jalan ini, jangan tanyakan macam-macam, ia hanya perlu tindakan, bukan ucapan. Lukiskan senyum di bibirnya, kecup lembut keningnya. Hanya keningnya - karena ujung jalan itu adalah tempat umum. Genggam erat tangannya, berikan ia kasih yang tulus, bawa ia pulang ke tempat kautinggal, untuk sementara. Jika kaumenemukan seorang wanita di ujung jalan ini, pastikan pita suaranya tidak hilang di lahap senja. Pastikan ia mengenalimu dengan baik, pastikan senyumnya tidak berubah ketika melihatmu. Agar kaumengerti, bahwa memang kaulah yang di nanti

Me(di)lawan Kepahitan.

Image
Surat ini ku tujukan kepadamu bersamaan dengan derasnya hujan di balik jendela kamarku. Menghantarkan kembali tumpukan rindu yang tak sengaja teronggok di balik badan. Tak henti-hentinya aku mengutarakan rasa rinduku akanmu. Baru ku sadari lagi kini, memendam itu sakit ya? :') Tanpa sadar ku kenakan lagi kemeja pink yang waktu itu ku pakaikan di badanku di kala kita bepergian. Aku rindu. Menggenggam tanganmu tanpa batas. Menatap wajah lelahmu yang tetap saja terpancar bahkan ketika kauberusaha untuk menutupinya. Kini aku sedang duduk di hadapan kita, kita dalam bingkai. Pigura polosnya menunjukkan betapa tulusnya senyum yang kau berikan. Aku tau. Memandangimu memang selalu menyenangkan dan menenangkan hati, Sayang. Seolah tanganmu sedang menggenggam tanganku sambil berbisik bahwa segala hal buruk pasti akan segera berlalu. Ingin rasanya ku ikat semua hampa ini erat-erat dan membawanya ke depanmu, agar pelukmu menghancurkannya dan menciptakan ketenangan-ketenangan baru untukku.

Masih?

Denyut nadi menari di bawah kulit berlapis-lapis. Tumpang tindih di antara serabut otot yang melintang tak searah. Ku tutup aliran darahku sebelah, berharap ia tak terus-menerus meneriakkan namamu keluar. Masih ingatkah kautentang janji yang kita ikat bersama di masing-masing pembuluh darah kita? Tujuannya agar kita tak akan lupa satu sama lain. Ku harap masih..

Separuh Detik.

Image
Jika harus ku ungkapkan lagi alasan apa yang ku simpan hingga kini tulisanku kian rapuh, aku akan menjawab; kita. Kita adalah jawaban dari banyak pertanyaan yang mungkin akan kaulontarkan. Kita adalah alasan mengapa aku mampu menyusun huruf demi huruf hingga membentuk jalinan kata indah. Sayang, jika memang kita yang selama ini menjadi alasan hidupnya aksaraku, maka biarlah ia kini beristirahat. Seperti aliran air yang tak akan pernah berhenti mengalir dari sumbernya, seperti itulah sesungguhnya rasa yang tersembunyi dalam nadiku. Sayang, bukan genggaman tanganmu yang ku butuhkan saat ini, namun sedikit perhatian darimu. Bukan tubuhmu yang ingin ku peluk erat saat ini, namun sedikit pedulimu. Aku bukan seorang tamak yang ingin mengambil semua waktumu, aku hanya butuh separuh detik yang kaupunya. Sayang, jika kita sudah tidak menjadi alasanmu untuk tetap bertahan di sampingku, terimalah kiranya doa tulus dari bibirku kini; semoga kautemukan kita-mu secepatnya. Aku, M. Elysa Nasr

#AdaYangHilang

Image
Sayang, jika duka ternyata lebih banyak dibanding suka, pantaslah jika kauingin berdiri di garda terdepan dalam list #AdaYangHilang kepunyaanku. Dan kala aku menemukan kembali kauyang akan hilang itu, aku ingin kaukembali tanpa penyesalan. Karna jika #AdaYangHilang itu memang benar-benar harus aku rasakan, aku mau kaubiarkan saja tanganku yang akan menyembuhkan lukaku kelak. Selamat menempuh hidup baru, Sayang. Jangan hancurkan tembok yang kaubangun sendiri, karena sejak detik ini, aku telah merasakan akan #AdaYangHilang dari dalam jiwaku. #AdaYangHilang Sayang; kamu.

Titik.

Demi apapun yang mengawali datangnya hari ini, aku tidak hendak berkata-kata manis maupun mengumbar janji palsu lagi. Aku juga tak peduli tanggal berapa dan siapa yang berulang tahun hari ini. Karena yang ku tau, ribuan orang lahir dan mati; pulang dan pergi; menangis dan tertawa di menit yang sama. Aku juga tak ingin mewakili rasa setiap asa, karena yang aku tau, aku bukanlah volunteer. Mengenai hari ini, hanya satu yang ingin ku sampaikan padamu, pengikat setiap desah napasku, titik. Ku dengar suara sayup-sayup berorasi tentang titik. "Titik adalah tanda berakhir dan dimulainya sesuatu." Lantas, apakah kaupikir aku akan meletakkan titik itu di akhir kisah kita hari ini? Mungkin iya. Iya. Dan semuanya berakhir. Tapi berdiamlah sejenak, aku ingin memberitahukan sesuatu lagi, pohon pisang, yang setiap kali di tebang, ia akan tetap tumbuh. Aku ingin menjadi pohon pisang, yang setiap kali kaububuhkan titik di akhirnya, kisah ini akan terus tumbuh, mengulang perjalanannya