Aku, senja yang menangis, merindukanmu.

Selamat malam. Aku kembali lagi dari tidurku yang panjang. Ah, tapi hal itu tidaklah penting. Aku sengaja tidur berlama-lama dengan harapan aku akan menemukanmu dalam mimpiku, setidaknya melihatmu dari kejauhan.

Ya, aku tau ini adalah mimpi yang lebih dari mimpi. Mungkin tak akan pernah terwujud, tapi aku harap belum terwujud. Aku suka kata belum. Ia masih menyisakan harapan bagi orang yang mendengarnya.

Ketika kauberkata kaubelum makan, maka aku bisa menyuruhmu makan dengan segera. Ketika kaukatakan kaubelum istirahat, aku bisa menyuruhmu beristirahat sesegera mungkin. Bahkan ketika kauberbisik kaubelum menemukan penggantiku, maka aku j u g a bisa segera menyuruhmu mencari lebih giat lagi.

Aku bukan menyerah, bukan juga akan menyerah. Lihat. Aku menggunakan kata bukan, bukan kata belum. Kaumengerti?

Hei, aku tau lelahmu. Ia membisikkan hal itu di telingaku, amat kuat. Lalu apa yang bisa ku lakukan?

Aku suka langit senja tadi. Senja yang menangis. Ia tampak indah, walau sedang menangis. Aku suka senja. Aku suka hujan. Walau keduanya tak akan pernah bisa kusentuh.

Aku merindukanmu. Lagi-lagi aku merindu seorang diri. Orang-orang di sekitarku boleh saja tak tau siapa yang ku rindukan, tapi aku yakin kautau siapa. Ya, kau.

Kauyang selalu ku tunggu. Kauyang namanya selalu kusebut dalam doaku. Kauyang selalu mampu membuatku tersenyum dan menghapus air mataku, dulu.

Aku rindu kamu. Aku, senja yang menangis sore tadi, merindukanmu.

Comments

Popular posts from this blog

Bersiap

Selamat Ulang Tahun

Rangkaian Aksara Untukmu.