Seperti Bulan yang Setia

Malam ini dingin. Menusuk-nusuk tulangku, menjalar ke seluruh aliran darahku hingga aku merasakan rasa ngilu yang luar biasa.

Aku kehilangan dekapanmu malam ini. Baru ku sadari, tumpukan laporan tak bernyawa itu lebih mampu menyita waktumu dibandingkan aku.

Aku menikmati dinginnya malam bertemankan selimut dan guling, tanpa kamu.

"Seolah itu lebih menyakitkan, Sayang." Ku pejamkan mataku berkali-kali hanya untuk merasakan tubuhmu ada di dekatku, lagi-lagi seolah. Kauseolah ada, tapi tak benar-benar ada.

Ngelindur di tengah mencekamnya malam; berjalan melewati ruang keluarga tempat kita menghabiskan waktu bersama hanya untuk menenangkan pikiran dari tumpukan pekerjaan dari masing-masing kita, membuka pintu dalam keadaan tak sadar dan terduduk di salah satu kursi goyang disana.

Hingga aku terbangun, terbangun tanpa ada kau lagi. Ku gosok mataku dan kemudian berjalan masuk sembari melihat jam yang selalu setia menempel di dinding. Jam 2 pagi. Dan kaubelum juga pulang dan ada disini.

Hah, tak bisakah kaumenemaniku seperti halnya bulan yang selalu setia mengitari bumi? Sehari saja, bisa?

Comments

Popular posts from this blog

Bersiap

Selamat Ulang Tahun

Rangkaian Aksara Untukmu.