Sepertinya Aku Menunggumu

Duduk mendem di atas kursi di sebuah ruangan sepi yang diselimuti buku. Aku lumayan tinggi disini, maksudku, ruangan ini tinggi, 7 lantai dari bawah.

Berusaha meminimalisir rasa kantuk yang bisa datang kapan saja apabila aku di rumah. Aku memilih pergi ke perpustakan umum di dekat rumahku; aku duduk ditemani suara penyiar radio yang sedari tadi bergaung di telingaku.

Ah, aku kembali teringat akan waktu itu. Ketika aku sedang duduk sendirian di meja ini juga. Tak benar-benar mengerjakan tugas, hanya ingin menghilangkan penat di rumah.

"Heboh amat sih!" Terdengar celetuk seorang wanita di sebelahku, tanpa sadar suaranya menyadarkanku dari lamunan kecilku. Spontan ku tolehkan kepalaku ke arah pintu masuk. Lelaki tinggi dengan rambut acak-acakan, kaos oblong, celana seperempat kaki dengan laptop di tangan kiri dan buku di sebelah kanan. Bukan siapa-siapa, gumamku dalam hati. Kembali ku layangkan pandanganku ke arah langit biru di luar sana. Indah sekali.

"Aku boleh duduk disini?"
Aku kaget mendengar suara berat yang tiba-tiba terdengar di telingaku.
"Boleh aja sih, tapi nggak ada kursi lagi. Biasanya meja ini hanya untuk satu kursi."
"Gapapa, aku bisa berlutut kok, cuma mau nyelesaiin tugas doang."
Hening. Apa yang terjadi dengan otak anak ini, pikirku.

"Mmmm, aku Rino." Katanya dengan tetap menatap layar laptop di hadapannya. Aku diam.
"Aku bangun kesiangan." Lanjutnya lagi. "Soalnya tadi malam ada pertandingan bola kesukaanku. Aku rasa aku bakal menyesal kalau nggak nonton, makanya aku bela-belain, eh, taunya malah kesiangan gini."

Kenapa anak ini, pikirku lagi.
Dia terdiam beberapa saat, mungkin ia pun heran denganku yang hanya diam saja. Kurasa ia memutuskan untuk tidak menghiraukanku dan kembali melanjutkan tugasnya tetap dengan posisi berlutut.

"Kamu duduk di kursiku aja." Kataku sambil berdiri.
"Ah, enggak usah. Nanti lutut kamu sakit. Cewek kan ribet. Cengeng. Payah." Tandasnya.
Mendengar kalimat itu, ingin rasanya ku layangkan tinjuku ke arahnya, tak peduli ia akan terjungkal atau apa. Tapi tak ku lakukan.

Suasana kembali hening. Dia kembali dalam dunianya dan aku kembali sibuk memandangi pemandangan dari balik jendela. Semuanya kotak. Persgi panjang. Kurang berseni. Hampir sama dengan kehidupanku dengan kebanyakan orang. Suka mengkotak-kotakkan.

"Selesai. Pffft." Gumamnya.
Aku seketika menoleh ke arahnya. Raut wajahnya lucu. Seperti anak lelaki yang baru saja dibelikan mobil-mobilan baru.

"Aku duluan ya. Makasih tumpangannya." Katanya sambil... mengacak-acak rambutku.

Aku shock. Berani-beraninya dia!
Kali ini takkan ku biarkan dia lolos dari tinjuku. Hah, tapi ternyata aku kalah cepat, ia sudah tak ada.

Hei kamu, lelaki lancang yang dengan seenaknya mengacak-acak rambutku... sepertinya aku menunggumu hari ini :')

Comments

Popular posts from this blog

Bersiap

Selamat Ulang Tahun

Rangkaian Aksara Untukmu.