Masih Ada Aku.

Bekas luka itu sakit lagi, seolah lukanya menganga kembali. Aku terhempas, kehabisan napas.

Deretan kata yang terangkai ini, aku enggan menyebutnya indah, aku bukan penenun hebat.

Kita sama, Nona, hati kita terlalu lemah. Tak kuat menahan serbuan udara yang memaksa masuk dalam dada.

Air mata lah yang kerap kali menjadi teman kita meniti hari.

Bersandarlah di bahuku jika kaubutuh tempat menyandarkan lelahmu, mengistirahatkan penatmu, mengoyakkan tabir resahmu. Ingatlah, masih ada aku.

Lelaplah di dadaku, Nona, selama aku masih bernyawa, selama detak jantung kita masih mengeluarkan irama yang sama; walau tak selalu dalam frekuensi yang seragam.

Aku menyayangimu, Nona, ingatlah hal ini. Dunia boleh mencaci kita, manusia bisa mereka segala yang jahat, tapi kita akan tetap kita.

Masih ada aku; wanita yang bisa kaujadikan tong sampah kala kau ingin berbagi suka-duka.

Berbahagialah, aku bangga padamu. Berjuanglah, hingga kaudapat merasakan nikmat Tuhan yang selalu kurasakan hingga kini - tubuhku di gelayuti umur yang tak pernah lelah menapaki terjalnya jalan.

P.S: 5 tahun lagi; bukanlah waktu yang cepat untuk tetap merindu, bukan waktu yang lambat pula untuk menenun masa depan. Selamat menapakkan jejak prestasi di UI.

Tertanda,

Kakak.

Comments

Popular posts from this blog

Bersiap

Selamat Ulang Tahun

Rangkaian Aksara Untukmu.