Wahai Cahaya Yang Liar; Tuhankah?

Gelap tak selamanya buruk, katamu. Kenapa?, tanyaku berulang kali sambil menatap matamu dalam-dalam.

Kau diam, lagi-lagi diam. Hanya pelukanmu yang terasa semakin erat mendekapku, lebih erat dari dekapan sang malam yang merobek kasar kulitku.

Disini, selalu seperti ini. Dan katamu kausuka. Kita tak pernah sedekat ini, kan?, tanyamu, tanpa sedikit pun memalingkan wajahmu ke arahku.

Ah, aku mengutuki diriku yang tak sejangkung dirimu. Berulang kali aku harus mendongakkan kepala demi melihat gerakan bibirmu tiap kali kaubicara.

Duhai gelap yang diam,

Berapa lama lagi kaumembiarkanku gamang menunggu jawaban?

Kaulepaskan pelukanmu kemudian beranjak pergi. Kausapu dapurku dengan sekali pandang. Matamu sangat buas, ia mampu menembus hal-hal yang tertutup.

"Kau punya lilin? Sebatang saja." Kaumulai mengacak-acak laci dapurku mencari sebatang lilin.

"Kaumau tau mengapa aku mengatakan bahwa gelap tak selamanya buruk?" Tanyamu sembari mengambil duduk di sampingku lagi.

"Ini." Jawabmu. Keningku mengerut heran. Ku pejamkan mataku menunggu kauberbicara.

"Gelap itu tak selamanya buruk. Kala gelap datang, akan kubawakan kau lilin, untuk menghadirkan lagi cahaya walau hanya seberkas; mendekap erat tubuhmu agar kautak lagi rasakan sendiri yang selama ini kaukeluhkan berulang kali.

Rasa kagumku akan lilin, Sayang, hampir sama dengan rasa kagumku akan kau; optimis; tak perlu gadang untuk berbagi, karena kecil tak berarti lemah, karena setitik tak berarti tak punya nilai.

Pengorbanan tiada akan menemukan rupanya jika penantang tak kunjung datang. Kemenangan tiada akan berbajukan bahagia jika pesaing habis di gerogoti malam."

Wahai cahaya yang menang,

Mengapa baru sekarang kaubuka topengmu?

Apa sajakah yang kautemukan di sepanjang lintasan hidup yang kaulewati? Seberapa banyak darahmu yang harus terbuang sia-sia demi mengalahkan gelap?

Wahai cahaya yang liar,

Siapakah tokoh idamanmu hingga kaumampu bertahan begitu rupa? Tuhankah?

Wahai cahaya yang tak kenal lelah,

Terimalah kasihku akan dikau; yang berulang kali diangkat-hempaskan angin malam, yang berulang kali ditelan-kunyahkan pagi, namun selalu menang.

Biarkan keningku dikecup temaram senja hari ini. Biarkan ku terlelap dalam pangkuan malam, hingga tamparan cahaya membakar tubuhku lagi.


Tertanda,

Gelap.

Comments

Popular posts from this blog

Bersiap

Selamat Ulang Tahun

Rangkaian Aksara Untukmu.